PROBLEM
SOSIAL DAN TRI PUSAT PENDIDIKAN
Oleh :
Made Wiryana
Made Wiryana
Taufiqurrahman Noer Muslim
I.
PENDAHULUAN
Problem sosial seperi premanisme, pejudian dan
minuman keras akhir-akhir ini semakin menampakkan kecenderungan meningkat.
Tidak perlu beranjak jauh untuk melihat hal itu, disetiap ujung jalan, kampung
dan kelurahan pemandangan menyesakkan seperti itu terlampau sering dijumpai.
Siapakah yang harus memperbaiki hal seperti ini, apakah akan dibiarkan
selamanya seperti itu? Sudah adakah usaha pemerintah atau masyarakat untuk
menyelesaikan problem sosial tersebut? Sangat sedikit sensitifitas sosial yang
muncul untuk menperhatikan premanisme, perjudian dan minuman keras, yang
terjadi adalah membiarkan hal seperti itu terjadi. Masyarakat seakan mensyahkan
hal tersebut, tidak ambil perduli bahkan jarang terlihat orang tua menasehati
anaknya yang terjerumus dalam problem tersebut bahkan mungkin orang tua pun
ikut-ikutan terjerumus.
Jika kita berjalan-jalan ke beberapa kampung di
dalam kota, kita merasakan realitas yang terjadi di masyarakat bawah. Banyak
sekali dapat dilihat kejadian yang menunjukkan masyarakat kita sedang sakit dan
menghadapi problem sosial. Minuman keras dan perjudian sudah hampir setiap hari
mereka nikmati, premanisme muncul di sudut-sudut pasar bahkan sering terlihat
langsung tanpa sembunyi-sembunyi, tak ada usaha apapun untuk menghentikannya
dan masyarakat semakin tidak peduli.
Premanisme, perjudian dan minuman keras adalah
problem sosial yang akan menjadikan anak-anak bangsa kita mengalami kesuraman,
hal inilah mendasari mengapa problem tersebut harus segera dicarikan
penyelesaiannya. Problem sosial ini sangat rentan sekali menimbulkan tindak
kriminalitas yang mengancam keselamatan pihak lain, begitu juga dari segi
kesehatan dan masa depan anak-anak, sulit membiarkan ini terjadi.
Adanya premanisme, perjudian dan minuman keras
yang menggejala di kalangan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain : (1) tingkat pendidikan masyarakat yang kurang, (2) faktor ekonomi yang
mengakibatkan kemiskinan dan (3) permasalahan penegakan hukum oleh aparat.
Berdasarkan hal tersebut, dalam konteks ini akan dicoba dipaparkan penyelesaian
problem sosial tersebut dari sudut pandang pendidikan.
Problem
Sosial pada beberapa daerah
Premanisme, perjudian dan minuman keras yang
muncul karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, kemiskinan dan kurangnya
penegakan hukum.. Dari pengamatan penulis rendahnya tingkat pendidikan ini
dimulai dari tingkat pendidikan orang tua sehingga menyebabkan :
1. Kesadaran akan pendidikan anak kurang
2. Tidak berfungsinya pendidikan keluarga
Faktor ekonomi (kemiskinan) karena kesulitan
pekerjaan atau penghasilan rendah yang dialami masyarakat tertentu akan
menyebabkan :
1. Kemampuan menyekolahkan anak berkurang
2. Pencarian jalan pintas untuk mencapai
kesejahteraan memunculkan premanisme dan perjudian.
3. Pengangguran mendekatkan mereka pada
minuman keras.
Problem di atas bertambah luas dan rumit juga
diakibatkan penegakan hukum yang sangat lemah oleh aparat keamanan.
II.
OPTIMALISASI FUNGSI TRI PUSAT PENDIDIKAN
Penyelenggaraan pendidikan adalah menjadi
tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu
pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah 2003 :1). Pendidikan kita terdiri
atas tiga bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan
nonformal (masyarakat). Sasaran yang ingin dicapai dari pendidikan kita adalah
pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan
psikomotorik (skill/keterampilan). Idealnya, pembentukan aspek kognitif menjadi
tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah, pembentukan aspek
efektif menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua dan pembentukan aspek
psikomotorik menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga
kursus, dan sejenisnya).
Dengan adanya pembagian tugas seperti ini,
masalah pendidikan sebenarnya menjadi tanggung jawab semua pihak: orangtua,
pendidik (guru) dan masyarakat. Pendidikan moral seperti agama, budi pekerti,
etika, dan sejenisnya, menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua. Pendidikan
keterampilan seperti kursus komputer, bahasa asing, menjahit, dan sebagainya,
menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga kursus). Sedangkan
pendidikan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) menjadi tugas dan tanggung
jawab para pendidik (guru) di sekolah.
Tapi karena tidak setiap keluarga mampu
memberikan pendidikan yang dimaksud dalam keluarga, maka sekolah sering merasa
perlu untuk memberikan tanggungjawabnya untuk mengembangkan seluruh kemampuan
siswa, sehingga sekolah sering memberikan muatan-muatan yang dapat bermanfaat
bagi siswa (bukan kognitif saja).
Pada umumnya sekolah sebagai lembaga
pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan
harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah
senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang
bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), keterampilan, dan pembentukan
sikap mental yang baik bagi peserta didiknya (IMTAQ).
Karena sekolah diberi tumpuan sedemikian
besar, maka berimplikasi juga pada kemampuan masyarakat untuk dapat melanjutkan
sekolah, akhirnya banyak masyarakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
Di lain pihak usaha Pemerintah untuk
mengembangkan pendidikan luar sekolah terlihat setengah hati, ini terlihat dari
kecilnya proporsi biaya dan kegiatan untuk pendidikan luar sekolah dibandingkan
pendidikan formal. Sehingga tidak heran bila kita melihat pengangguran dan
problem sosial semakin banyak terjadi di negara kita padahal kalau kita lihat,
jumlah sekolah saat ini lebih banyak dibandingkan pada masa-masa yang lampau.
Melihat keadaan seperti itu selain disebabkan
oleh faktor ekonomi dan penegakan hukum, problem sosial yang terjadi di
beberapa daerah, desa atau kampung disebabkan oleh faktor pendidikan. Jika
ditengok ke belakang bahwa pendidikan kita mempunyai pilar yang disebut tri pusat
pendidikan, maka terlihat tiga pilar pendidikan kita berjalan tidak optimal.
Ketidakoptimalan ini terjadi karena pendidikan formal, pendidikan keluarga dan
pendidikan masyarakat berjalan tidak terpadu, bahkan terjadi dikotomi, kadang
terjadi saling menyalahkan antara keluarga dan sekolah atau masyarakat tentang
penyebab suatu permasalahan yang diakibatkan oleh pendidikan, seperti
tanggungjawab pendidikan moral atau agama. Untuk menyelesaikan problem sosial
di beberapa daerah, perlu mengoptimalkan tri pusat pendidikan tersebut dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pemerataan Pendidikan formal
2. Muatan nilai pada pendidikan formal
3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
2.1
Pemerataan Pendidikan Formal
Walaupun pendidikan formal untuk masyarakat
kita dapat dikatakan merata, tapi perlu ditinjau kembali sejauh mana bisa
memberikan kontribusi untuk menyelesaikan problem sosial di atas. Khusus untuk
desa atau kampung yang mempunyai problem sosial yang tinggi, perlu dilakukan
terobosan oleh pemerintah dengan membebaskan pembayaran BP3 pada siswa-siswa
yang berasal dari tempat tersebut. Walaupun harus diakui BP3 memberikan
kontribusi yang besar pada pelaksanaan pendidikan di sekolah dan peningkatan
pendidikan, tetapi pada akhir-akhir ini banyak terjadi ketidakadilan dalam
kontribusi BP3 ini, karena terjadi kesewenang-wenangan dalam hal jumlah iuran
BP3. Hal ini terlihat banyak sekolah negeri iuaran BP3nya lebih besar
dibandingkan bebeberapa sekolah swasta, padahal sekolah negeri sudah menerima
subsidi dari pemerintah.
Pemerintah perlu memberi subsidi yang nyata
pada daerah-daerah yang banyak mengalami problem sosial, sehingga peningkatan
pendidikan pada anak-anak akan merubah sikap mental mereka di kemudian hari.
Dalam konteks otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat menggunakan kebijakan
daerah untuk memperhatikan daerahnya dan memberikan subsidi yang nyata bagi
daerah atau desa/kampung yang mengalami masalah sosial. Pemerintah Daerah
Jemberana misalnya, mengambil langkah yang spektakuler dengan membebaskan siswa
di kabupaten tersebut dari pembayaran SPP/BP3.
2.2
Muatan Nilai pada Pendidikan Formal
Muatan nilai pada pendidikan formal sudah
sangat sering didengar, bahkan sering menjadi polemik apakah menjadi mata
pelajatran tersendiri atau diintegrasikan pada mata pelajaran yang lainnya.
Dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebenarnya sangat
memungkinkan memasukkan muatan nilai pada mata pelajaran yang sudah ada.
Pada dasarnya pendidikan bertugas
mempersiapkan anak untuk menghadapi hari esok. Dengan demikian pendidikan
seyogyanya sesuai dengan kebutuhan anak kelak manakala mereka terjun ke
masyarakat. Pendidikan berkewajiban menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dibutuhkan individu dalam mengarungi kehidupannya di masyarakat. Sehingga
pendidikan bidang-bidang studi turut pula bertanggung jawab dalam mengembangkan
kemampuan itu, (Harry Firman, 2004:3)
Sering terjadi dikotomi atau saling
menyalahkan tentang pendidikan nilai, apakah diberikan di sekolah atau di
keluarga/masyarakat. Pihak sekolah menganggap pendidikan nilai ada di keluarga,
karena sebagian besar waktu anak didik berada di rumah (bukan di sekolah),
sedangkan pihak orang tua atau masyarakat memandang karena tugas sekolah juga
mendidik aspek afektif dan psikomotorik ada pelajaran moral dan agama, maka
kesalahan sering dilimpahkan ke sekolah. Sebenarya pendidikan nilai adalah
tanggungjawab dari semuanya sebagai fungsi tri pusat pendidikan, sehingga tidak
perlu terjadi dikotomi, semua pihak harus bersatu padu untuk memberikan
pendidikan nilai pada anak atau siswa.
Pendidikan agama menjadi tumpuan yang terbesar
untuk membentuk watak siswa sehingga memiliki kompetensi moral yang cukup untuk
membentuk kepribadian yang baik, dengan demikian kegagalan dalam pendidikan
keluarga (jika terjadi) dapat dikompensasi dengan pemberian muatan nilai pada
pendidikan formal.
2.3.
Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebenarnya
pendidikan yang strategis untuk menyelesaikan problem sosial, tetapi Pemerintah
justru tidak memberikan porsi yang cukup untuk berperan pada akhir-akhir ini.
Di era otonomi daerah, Pemerintah perlu lebih
menggerakkan pendidikan non formal tersebut untuk dapat membantu menyelesaikan
problem sosial tersebut. Pemda sebenarnya lebih mengetahui kondisi daerahnya
dibanding pemerintah pusat sehingga memiliki kebijakan yang lebih tepat
bagaimana menyelesaikan problem sosial yang dialami beberapa daerah.
Pendidikan non formal yang hanya bertumpu pada
isu-isu yang sudah usang seperti kejar paket A, B atau penuntasan buta aksara
perlu dikurangi tetapi perlu menambah atau meningkatkan kegiatan pada isu ; (1)
peningkatan kualitas program pendidikan perempuan dan pendidikan orang tua, (2)
perluasan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui
program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, dan beasiswa
pelatihan.
Program Pendidikan Perempuan, yakni program
untuk memberikan serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap
mental perempuan, sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi keluarga dalam
rangka terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera. Kegiatan-kegiatan dalam
program pendidikan perempuan adalah: 1) Pendidikan Keterampilan Usaha Perempuan
(PKUP), guna memberikan bekal kemampuan berusaha sehingga mereka memiliki
sumber penghasilan yang tetap, 2) Pendidikan Orangtua, guna memberikan bekal
kemampuan dalam melaksanakan fungsi keluarga; serta 3) Pemberdayaan Perempuan,
guna memberdayakan perempuan sebagai mitra sejajar pria (gender).
Kualitas pendidikan perempuan dan orang tua
pada daerah-daerah dengan problem sosial tinggi, akan memberikan dampak yang
positif terhadap pendidikan keluarga. Kita mengetahui perempuan dapat menopang
ekonomi keluarga, dan lebih banyak bertemu anggota keluarga dalam konteks pendidikan
keluarga sehingga ini dapat membawa iklim positif bagi penyelesaian problem
sosial
Program Pendidikan Berkelanjutan, terdiri
dari: 1) program yang berorientasi pada pemberian bekal pengembangan diri dan
profesionalisme melalui kursus yang sesuai dengan kebutuhan warga, seperti:
jasa, bahasa, pertanian, kerumahtanggaan, kesehatan, teknik dan perambahan,
olahraga kesenian, kerajinan dan industri, serta keterampilan khusus; 2)
program yang berorientasi pada pemberian bekal untuk bekerja mencari nafkah
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup melalui program Kejar Usaha,
Magang, Beasiswa/Kursus; 3) program yang berorientasi pada bekal untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, yang dilaksanakan melalui program
Paket C Setara SMU yang diintegrasikan dengan pendidikan keterampilan sehingga
adanya peningkatan pengetahuan disertai dengan peningkatan kemampuan
bermatapencaharian.
Peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan
pada daerah-daerah bermasalah.akan memberikan dampak ekonomi yang bagus, sehingga
lambat laun kemiskinan pada daerah bermasalah dapat dikurangi. Pemberian
keterampilan akan memberikan ruang yang kondusif bagi penambahan penghasilan
keluarga dan dengan adanya kegiatan usaha maka prilaku-prilaku buruk seperti
perjudian, minuman keras dapat dikurangi.
IV.
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
problem sosial seperti premanisme, perjudian dan minuman keras mengalami
peningkatan di beberapa kampung, desa atau daerah, yang perlu dicarikan jalan
untuk dapat diselesaikan oleh segenap komponen masyarakat.
Dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah
Daerah dapat lebih terbuka mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut dan
memberikan kebijakan-kebijakan yang mengarah bagi penyelesaian problem sosial
melalui optimalisasi fungsi tri pusat pendidikan. Optimalisasikan fungsi tri
pusat pendidikan melalui :
1. Pemerataan pendidikan formal melalui
pemberian subsidi langsung kepada siswa dari daerah-daerah yang mengalami
problem sosial
2. Muatan nilai pada pendidikan formal melalui
pengitregasian muatan nilai ke mata pelajaran pokok
3. Memperbanyak peran pendidikan luar
sekolah/nonformal pada daerah-daerah yang mengalami problem sosial dengan :
- peningkatan kualitas program pendidikan
perempuan dan pendidikan orang tua,
- perluasan pemerataan dan peningkatan
kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok
belajar usaha, magang, dan beasiswa pelatihan.
Pemerintah Daerah selayaknya lebih
memperhatikan problem sosial yang terjadi di beberapa daerah, desa, kampung
dengan memberikan peningkatan kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun
nonformal.
0 komentar:
Posting Komentar