Apakah anda merasa komputer/laptop anda lemot?
Ketika kita dituntut umtuk mengerjakan sesuatu dikomputer lebih cepat,
misalnya ada tugas dari Bu Shinta untuk membuat presentasi dan
dikumpulin besok. Hadoh .. . . sedangkan anda belum mengerjakan apa-apa.
Hahahah. Mati dah lu ditambah laptopnya lemot gak bisa diajak kerja
cepet. Hmmm, biasanya sih yang kayak gitu laptopnya yang spesifikasinya
rendah alias harganya murah :P (seperti Lapto saya ini T.T). Tapi gak
papa semua ada solusinya.
Windows 7 kini hadir dengan memberi layanan yang
dinamakan ReadyBost, yaitu menjadikan flashdisk sebagai tempat
penyimpanan memori sementara (cache). Sehingga menjadikan peforma
komputer lumayan meningkat. Baiklah pemirsa dari pada laptonya semakin
lemot aja gara-gara kelamaan baca mari langsung menuju ke TKP.
Pertama-tama tentu saja anda tancapkan flashdisk pada lubangnya. oh yeah. . . .hehehe kemudian ikuti langkah-langkah berikut:
1. Klik kanan pada flashdisk anda kemudian pilih propeties
2. Pilih pada tab ReadyBoost
3. Kemudian klik pada bagian "use this device"
4. Atur besar memori yang akan digunakan sebagai cache. Lalu klik "OK"
Ketika flashdisk anda digunakan sebagai readyboost, kapasitas
flasdisk anda akan berkurang sebesar memori yang anda atur tadi. Trus gimana dong kalo kita pengen flashdisknya balik lagi?
Tenang.... cukup anda kembalikan seperti keadaan semula. Ulangi
langkah-langkah yang saya jelaskan tadi kemudian pada menu ReadyBoost
kembalikan lagi menjadi berikut
Cukup sekian postingan saya kali ini. Semoga bermanfaat dan
terima kasih atas kunjungan anda. Tunggu postingan saya berikutnya . .
.. :D
Kamis, 21 Juni 2012
Cara Download Video Di Youtube
Beberapa bulan yang lalu sempat bingung Aku waktu pengen download video di youtube. Padahal aku pengen banget download video yang ntu. Nah tanpa sengaja aku menemukan 2 cara mendownloadnya. Aku akan berbagi pada blogger caranya:
1. Dengan menggunakan IDM
pada Postingan saya yang kemarin bisa anda baca download aplikasinya di postingan kemaren.
cara mendownload video youtube via IDM sangat mudah, install IDM. Kemudian buka youtube, search video yang ingin anda download
Klik download this video
kemudian video kamu udah dalam proses download
nah tunggu hingga proses download selesai
2. Menggunakan keepvid (wajib memiliki java)
buka http://keepvid.com kemudian isi kolom dengan alamat youtube yang sedang anda putar
stelah itu klik download.
maka akan muncul notifikasi sebagai berikut
Klik run maka proses load file akan berjalan
stelah itu pilih file sesuai keinginan anda yang besar atau yang kecil ukurannya (ukuran bergantuk resolusi video)
selamat mencoba
Sabtu, 16 Juni 2012
Problem Sosial dan Tri Pusat Pendidikan
PROBLEM
SOSIAL DAN TRI PUSAT PENDIDIKAN
Oleh :
Made Wiryana
Made Wiryana
Taufiqurrahman Noer Muslim
I.
PENDAHULUAN
Problem sosial seperi premanisme, pejudian dan
minuman keras akhir-akhir ini semakin menampakkan kecenderungan meningkat.
Tidak perlu beranjak jauh untuk melihat hal itu, disetiap ujung jalan, kampung
dan kelurahan pemandangan menyesakkan seperti itu terlampau sering dijumpai.
Siapakah yang harus memperbaiki hal seperti ini, apakah akan dibiarkan
selamanya seperti itu? Sudah adakah usaha pemerintah atau masyarakat untuk
menyelesaikan problem sosial tersebut? Sangat sedikit sensitifitas sosial yang
muncul untuk menperhatikan premanisme, perjudian dan minuman keras, yang
terjadi adalah membiarkan hal seperti itu terjadi. Masyarakat seakan mensyahkan
hal tersebut, tidak ambil perduli bahkan jarang terlihat orang tua menasehati
anaknya yang terjerumus dalam problem tersebut bahkan mungkin orang tua pun
ikut-ikutan terjerumus.
Jika kita berjalan-jalan ke beberapa kampung di
dalam kota, kita merasakan realitas yang terjadi di masyarakat bawah. Banyak
sekali dapat dilihat kejadian yang menunjukkan masyarakat kita sedang sakit dan
menghadapi problem sosial. Minuman keras dan perjudian sudah hampir setiap hari
mereka nikmati, premanisme muncul di sudut-sudut pasar bahkan sering terlihat
langsung tanpa sembunyi-sembunyi, tak ada usaha apapun untuk menghentikannya
dan masyarakat semakin tidak peduli.
Premanisme, perjudian dan minuman keras adalah
problem sosial yang akan menjadikan anak-anak bangsa kita mengalami kesuraman,
hal inilah mendasari mengapa problem tersebut harus segera dicarikan
penyelesaiannya. Problem sosial ini sangat rentan sekali menimbulkan tindak
kriminalitas yang mengancam keselamatan pihak lain, begitu juga dari segi
kesehatan dan masa depan anak-anak, sulit membiarkan ini terjadi.
Adanya premanisme, perjudian dan minuman keras
yang menggejala di kalangan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain : (1) tingkat pendidikan masyarakat yang kurang, (2) faktor ekonomi yang
mengakibatkan kemiskinan dan (3) permasalahan penegakan hukum oleh aparat.
Berdasarkan hal tersebut, dalam konteks ini akan dicoba dipaparkan penyelesaian
problem sosial tersebut dari sudut pandang pendidikan.
Problem
Sosial pada beberapa daerah
Premanisme, perjudian dan minuman keras yang
muncul karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, kemiskinan dan kurangnya
penegakan hukum.. Dari pengamatan penulis rendahnya tingkat pendidikan ini
dimulai dari tingkat pendidikan orang tua sehingga menyebabkan :
1. Kesadaran akan pendidikan anak kurang
2. Tidak berfungsinya pendidikan keluarga
Faktor ekonomi (kemiskinan) karena kesulitan
pekerjaan atau penghasilan rendah yang dialami masyarakat tertentu akan
menyebabkan :
1. Kemampuan menyekolahkan anak berkurang
2. Pencarian jalan pintas untuk mencapai
kesejahteraan memunculkan premanisme dan perjudian.
3. Pengangguran mendekatkan mereka pada
minuman keras.
Problem di atas bertambah luas dan rumit juga
diakibatkan penegakan hukum yang sangat lemah oleh aparat keamanan.
II.
OPTIMALISASI FUNGSI TRI PUSAT PENDIDIKAN
Penyelenggaraan pendidikan adalah menjadi
tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu
pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah 2003 :1). Pendidikan kita terdiri
atas tiga bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan
nonformal (masyarakat). Sasaran yang ingin dicapai dari pendidikan kita adalah
pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan
psikomotorik (skill/keterampilan). Idealnya, pembentukan aspek kognitif menjadi
tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah, pembentukan aspek
efektif menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua dan pembentukan aspek
psikomotorik menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga
kursus, dan sejenisnya).
Dengan adanya pembagian tugas seperti ini,
masalah pendidikan sebenarnya menjadi tanggung jawab semua pihak: orangtua,
pendidik (guru) dan masyarakat. Pendidikan moral seperti agama, budi pekerti,
etika, dan sejenisnya, menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua. Pendidikan
keterampilan seperti kursus komputer, bahasa asing, menjahit, dan sebagainya,
menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga kursus). Sedangkan
pendidikan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) menjadi tugas dan tanggung
jawab para pendidik (guru) di sekolah.
Tapi karena tidak setiap keluarga mampu
memberikan pendidikan yang dimaksud dalam keluarga, maka sekolah sering merasa
perlu untuk memberikan tanggungjawabnya untuk mengembangkan seluruh kemampuan
siswa, sehingga sekolah sering memberikan muatan-muatan yang dapat bermanfaat
bagi siswa (bukan kognitif saja).
Pada umumnya sekolah sebagai lembaga
pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan
harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah
senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang
bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), keterampilan, dan pembentukan
sikap mental yang baik bagi peserta didiknya (IMTAQ).
Karena sekolah diberi tumpuan sedemikian
besar, maka berimplikasi juga pada kemampuan masyarakat untuk dapat melanjutkan
sekolah, akhirnya banyak masyarakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
Di lain pihak usaha Pemerintah untuk
mengembangkan pendidikan luar sekolah terlihat setengah hati, ini terlihat dari
kecilnya proporsi biaya dan kegiatan untuk pendidikan luar sekolah dibandingkan
pendidikan formal. Sehingga tidak heran bila kita melihat pengangguran dan
problem sosial semakin banyak terjadi di negara kita padahal kalau kita lihat,
jumlah sekolah saat ini lebih banyak dibandingkan pada masa-masa yang lampau.
Melihat keadaan seperti itu selain disebabkan
oleh faktor ekonomi dan penegakan hukum, problem sosial yang terjadi di
beberapa daerah, desa atau kampung disebabkan oleh faktor pendidikan. Jika
ditengok ke belakang bahwa pendidikan kita mempunyai pilar yang disebut tri pusat
pendidikan, maka terlihat tiga pilar pendidikan kita berjalan tidak optimal.
Ketidakoptimalan ini terjadi karena pendidikan formal, pendidikan keluarga dan
pendidikan masyarakat berjalan tidak terpadu, bahkan terjadi dikotomi, kadang
terjadi saling menyalahkan antara keluarga dan sekolah atau masyarakat tentang
penyebab suatu permasalahan yang diakibatkan oleh pendidikan, seperti
tanggungjawab pendidikan moral atau agama. Untuk menyelesaikan problem sosial
di beberapa daerah, perlu mengoptimalkan tri pusat pendidikan tersebut dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pemerataan Pendidikan formal
2. Muatan nilai pada pendidikan formal
3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
2.1
Pemerataan Pendidikan Formal
Walaupun pendidikan formal untuk masyarakat
kita dapat dikatakan merata, tapi perlu ditinjau kembali sejauh mana bisa
memberikan kontribusi untuk menyelesaikan problem sosial di atas. Khusus untuk
desa atau kampung yang mempunyai problem sosial yang tinggi, perlu dilakukan
terobosan oleh pemerintah dengan membebaskan pembayaran BP3 pada siswa-siswa
yang berasal dari tempat tersebut. Walaupun harus diakui BP3 memberikan
kontribusi yang besar pada pelaksanaan pendidikan di sekolah dan peningkatan
pendidikan, tetapi pada akhir-akhir ini banyak terjadi ketidakadilan dalam
kontribusi BP3 ini, karena terjadi kesewenang-wenangan dalam hal jumlah iuran
BP3. Hal ini terlihat banyak sekolah negeri iuaran BP3nya lebih besar
dibandingkan bebeberapa sekolah swasta, padahal sekolah negeri sudah menerima
subsidi dari pemerintah.
Pemerintah perlu memberi subsidi yang nyata
pada daerah-daerah yang banyak mengalami problem sosial, sehingga peningkatan
pendidikan pada anak-anak akan merubah sikap mental mereka di kemudian hari.
Dalam konteks otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat menggunakan kebijakan
daerah untuk memperhatikan daerahnya dan memberikan subsidi yang nyata bagi
daerah atau desa/kampung yang mengalami masalah sosial. Pemerintah Daerah
Jemberana misalnya, mengambil langkah yang spektakuler dengan membebaskan siswa
di kabupaten tersebut dari pembayaran SPP/BP3.
2.2
Muatan Nilai pada Pendidikan Formal
Muatan nilai pada pendidikan formal sudah
sangat sering didengar, bahkan sering menjadi polemik apakah menjadi mata
pelajatran tersendiri atau diintegrasikan pada mata pelajaran yang lainnya.
Dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebenarnya sangat
memungkinkan memasukkan muatan nilai pada mata pelajaran yang sudah ada.
Pada dasarnya pendidikan bertugas
mempersiapkan anak untuk menghadapi hari esok. Dengan demikian pendidikan
seyogyanya sesuai dengan kebutuhan anak kelak manakala mereka terjun ke
masyarakat. Pendidikan berkewajiban menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dibutuhkan individu dalam mengarungi kehidupannya di masyarakat. Sehingga
pendidikan bidang-bidang studi turut pula bertanggung jawab dalam mengembangkan
kemampuan itu, (Harry Firman, 2004:3)
Sering terjadi dikotomi atau saling
menyalahkan tentang pendidikan nilai, apakah diberikan di sekolah atau di
keluarga/masyarakat. Pihak sekolah menganggap pendidikan nilai ada di keluarga,
karena sebagian besar waktu anak didik berada di rumah (bukan di sekolah),
sedangkan pihak orang tua atau masyarakat memandang karena tugas sekolah juga
mendidik aspek afektif dan psikomotorik ada pelajaran moral dan agama, maka
kesalahan sering dilimpahkan ke sekolah. Sebenarya pendidikan nilai adalah
tanggungjawab dari semuanya sebagai fungsi tri pusat pendidikan, sehingga tidak
perlu terjadi dikotomi, semua pihak harus bersatu padu untuk memberikan
pendidikan nilai pada anak atau siswa.
Pendidikan agama menjadi tumpuan yang terbesar
untuk membentuk watak siswa sehingga memiliki kompetensi moral yang cukup untuk
membentuk kepribadian yang baik, dengan demikian kegagalan dalam pendidikan
keluarga (jika terjadi) dapat dikompensasi dengan pemberian muatan nilai pada
pendidikan formal.
2.3.
Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebenarnya
pendidikan yang strategis untuk menyelesaikan problem sosial, tetapi Pemerintah
justru tidak memberikan porsi yang cukup untuk berperan pada akhir-akhir ini.
Di era otonomi daerah, Pemerintah perlu lebih
menggerakkan pendidikan non formal tersebut untuk dapat membantu menyelesaikan
problem sosial tersebut. Pemda sebenarnya lebih mengetahui kondisi daerahnya
dibanding pemerintah pusat sehingga memiliki kebijakan yang lebih tepat
bagaimana menyelesaikan problem sosial yang dialami beberapa daerah.
Pendidikan non formal yang hanya bertumpu pada
isu-isu yang sudah usang seperti kejar paket A, B atau penuntasan buta aksara
perlu dikurangi tetapi perlu menambah atau meningkatkan kegiatan pada isu ; (1)
peningkatan kualitas program pendidikan perempuan dan pendidikan orang tua, (2)
perluasan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui
program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, dan beasiswa
pelatihan.
Program Pendidikan Perempuan, yakni program
untuk memberikan serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap
mental perempuan, sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi keluarga dalam
rangka terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera. Kegiatan-kegiatan dalam
program pendidikan perempuan adalah: 1) Pendidikan Keterampilan Usaha Perempuan
(PKUP), guna memberikan bekal kemampuan berusaha sehingga mereka memiliki
sumber penghasilan yang tetap, 2) Pendidikan Orangtua, guna memberikan bekal
kemampuan dalam melaksanakan fungsi keluarga; serta 3) Pemberdayaan Perempuan,
guna memberdayakan perempuan sebagai mitra sejajar pria (gender).
Kualitas pendidikan perempuan dan orang tua
pada daerah-daerah dengan problem sosial tinggi, akan memberikan dampak yang
positif terhadap pendidikan keluarga. Kita mengetahui perempuan dapat menopang
ekonomi keluarga, dan lebih banyak bertemu anggota keluarga dalam konteks pendidikan
keluarga sehingga ini dapat membawa iklim positif bagi penyelesaian problem
sosial
Program Pendidikan Berkelanjutan, terdiri
dari: 1) program yang berorientasi pada pemberian bekal pengembangan diri dan
profesionalisme melalui kursus yang sesuai dengan kebutuhan warga, seperti:
jasa, bahasa, pertanian, kerumahtanggaan, kesehatan, teknik dan perambahan,
olahraga kesenian, kerajinan dan industri, serta keterampilan khusus; 2)
program yang berorientasi pada pemberian bekal untuk bekerja mencari nafkah
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup melalui program Kejar Usaha,
Magang, Beasiswa/Kursus; 3) program yang berorientasi pada bekal untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, yang dilaksanakan melalui program
Paket C Setara SMU yang diintegrasikan dengan pendidikan keterampilan sehingga
adanya peningkatan pengetahuan disertai dengan peningkatan kemampuan
bermatapencaharian.
Peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan
pada daerah-daerah bermasalah.akan memberikan dampak ekonomi yang bagus, sehingga
lambat laun kemiskinan pada daerah bermasalah dapat dikurangi. Pemberian
keterampilan akan memberikan ruang yang kondusif bagi penambahan penghasilan
keluarga dan dengan adanya kegiatan usaha maka prilaku-prilaku buruk seperti
perjudian, minuman keras dapat dikurangi.
IV.
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
problem sosial seperti premanisme, perjudian dan minuman keras mengalami
peningkatan di beberapa kampung, desa atau daerah, yang perlu dicarikan jalan
untuk dapat diselesaikan oleh segenap komponen masyarakat.
Dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah
Daerah dapat lebih terbuka mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut dan
memberikan kebijakan-kebijakan yang mengarah bagi penyelesaian problem sosial
melalui optimalisasi fungsi tri pusat pendidikan. Optimalisasikan fungsi tri
pusat pendidikan melalui :
1. Pemerataan pendidikan formal melalui
pemberian subsidi langsung kepada siswa dari daerah-daerah yang mengalami
problem sosial
2. Muatan nilai pada pendidikan formal melalui
pengitregasian muatan nilai ke mata pelajaran pokok
3. Memperbanyak peran pendidikan luar
sekolah/nonformal pada daerah-daerah yang mengalami problem sosial dengan :
- peningkatan kualitas program pendidikan
perempuan dan pendidikan orang tua,
- perluasan pemerataan dan peningkatan
kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok
belajar usaha, magang, dan beasiswa pelatihan.
Pemerintah Daerah selayaknya lebih
memperhatikan problem sosial yang terjadi di beberapa daerah, desa, kampung
dengan memberikan peningkatan kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun
nonformal.
Landasan Kurikulum
MAKALAH
LANDASAN
KURIKULUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah
Pengembangan Kurikulum
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
\
Disusun oleh :
Susi
Widyawati (1209202191)
Suryanto (1209202190)
Taufiqurrahman
Noer M (1209202197)
Tika
Kartika (1209202199)
Weni
Gustiani (1209202208)
Winda
Puspita Sari (1209202211)
Yeni
Nurbaet Intani (1209202212)
Yana
Hendriyana (208203525)
PAI
BANDUNG
2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 2
A. Pengertian
Kurikulum................................................................... 2
B. Falsafah
Pendidikan ..................................................................... 3
C. Landasan
Psikologis...................................................................... 6
1. Landasan Psikologi................................................................. 6
2. Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Psikologi......................... 6
3. Ruang Lingkup Psikologi........................................................ 7
4. Landasan Psikologis Proses Pendidikan................................. 7
5. Tujuan Mempelajari Landasan Psikologis
Proses Pendidikan 7
6. Ruang Lingkup Landasan Proses Psikologis.......................... 7
D. Kemasyarakatan............................................................................ 8
1.
Masyarakat sebagai suatu Sistem
Sosial................................. 8
2.
Kekuatan Sosial yang Mempengaruhi
kurikulum................... 10
E. Pendekatan
Teknologis ................................................................. 11
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrahim,
Segala
puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi karena atas berkat
limpahan rahmat serta karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata
kuliah pengembangna kurikulum yang berjudul “Landasan
Kurikulum”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat serta kepada para pengikutnya
yang setia.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik
dari segi isi maupun penyajiannya, hal tersebut dikarenakan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang penulis miliki sehingga makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pengamat
makalah ini. Penulis mengharapkan saran serta kritik demi sempurnanya makalah
ini.
Akhir
kata penulis ucapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Bandung, September 20..
Penulis
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Studi
tentang manajemen kurikulum dewasa ini smakin mendapat perhatian dari kalangan
ilmuwan yang menekuni bidang pengembangan kurikulum. Studi ini di anggap
sebagai bagian terpenting dalam studi pengembangan kurikulum. Hal ini wajar,
sebab kurikulum adalah komponen yang penting serta sebagai alt pendidikan yang
sangat vital dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Itu sebabnya, setiap
institusi pendididkan, baik formal maupun nonformal, harus memiliki kurikulum
yang sesuai dan serasi, tepat dengan kedudukan, fungsi dan peranan serta tujuan
lembaga tersebut.
Didalam
mengenal kurikulum kita harus mengetahui terlebih dahulu landasan-landasan
kurikulum, diantaranya landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosiologis, dan landasan teknologis. Maka dari itu didalam pembahasan makalah
ini kami membahas tentang landasan-landasan kurikulum tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dari kurikulum
berdasarkan penjelasan para ahli?
2.
Apa Manfaat dari mempelajari kurikulum?
3.
Bagaimana landasan kurikulum jika ditinjau
dari segi filosofis, psikologis, sosiologis, dan teknologis?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dari kurikulum berdasarkan
penjelasan para ahli
2.
Mengetahui manfaat mempelajari kurikulum.
3.
Mengetahui landasan kurikulum jika
ditinjau dari segi filosofis, psikologis, sosiologis, dan teknologis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum
Al-Khauly
(1981) menjelaskan bahwa kurikulum sebagai perangkat rencana dan media untuk
mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang
diinginkan.
Definisi
yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan ke arah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Oliva
(1988), mendefinisikan kurikulum sebagai rencana atau program yang menyangkut
semua pengalaman yang dihayati peserta didik di bawah pengarahan sekolah atau
perguruan tinggi.
Definisi
yang dikemukakan oleh Kemp, Morrison dan
Ross (1994) menekankan pada isi mata pelajaran dan keterampilan-keterampiulan
yang termuat dalam suatu program pendidikan.
Dari
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat ditarik benang merah,
bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran, dan dilain pihak
lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar. Kurikulum yang menekankan
pada isi, bertolak dari asumsi bahwa masyarakat bersifat statis. Sedangkan
kurikulum yang menekankan pada proses atau pengalaman bertolak dari asumsi
bahwa peserta didik sejak dilahirkan memiliki potensi-potensi, baik potensi
untuk berpikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan
berkembang sendiri.
Dari
kedua pihak yang menekankan isi dan yang menekankan pada proses, muncul pihak
ketiga, yakni yang memadukan keduanya, yakni menekankan pada isi dan proses.
Pihak ini berasumsi bahwa manusia sebagai makhluk social.
Jika
ketiga pihak tersebut ditelusuri dari segi landasan filosofisnya, maka konsep
pengembangan kurikulum dari pihak pertama penganut aliran perennialisme dan essensialiisme.
Pihak kedua termasuk dalam progressivisme
dan eksistensialisme. Sedangkan
pihak ketiga termasuk dalam rekontruksi
social (Muhaimin, 2003).[1]
B.
Falsafah Pendidikan
Sekumpulan masyarakat tentunya menginginkan agar setipa
warganya merupakan insan-insan yang baik, sesuai dengan cita-cita dan nilai
social masyarakat tersebut. Pendidikan merupakan proses sosial yang bertujuan
membentuk manusia yang baik. Menurut cita-cita dan nilai tersebut, pandangan
tentang manusia yang dicita-citakan tergambar dari falsafah pendidikan yang
mendasari system penidikan masyarakat tersebut. Salah satu perumusan tentang
falsafah pendidikan dikemukakan oleh Romine sebagai berikut:
“….An educational
philosophy is what one believes and purposes to do. It suggests a faith in some
ideals or values, plus appropriate course of action, it is appropriate to
philosophy”.
Perumusan diatas mengandung pengertian bahwa falsafah
pendidikan menyatakan sesuatu yang sangat penting, karena mengandung keyakinan
yang berupa serangkaian cita-cita dan nila-nilai yang sangat baik mmenurut
pandangan masyarakat. Disamping itu, suatu falsafah pendidikan member petunjuk
cara berbuat atau bertingkah laku yang baik dalam masyarakat. Selain itu,
falsafah pendidikan juga merupakan semacam Guiding principles bagi setiap
orang, dalam hal ini memberikan petunjuk dalam proses operasional untuk
mencapai cita-cita tersebut.
Maksud dan tujuan pendidikan disusun berdasarkan kumpulan
pemikiran sebuah falsafah pendidikan. Sebuah tujuan pendidikan adalah sebuah
pernyataan dari pemikiran penulis yang meyakini falsafahnya yang diarahkan
langsung untuk misi sekolah. Seperti dalm ucapan berikut.
Walaupun pemikiran filodofis ini dikenal dengan sebutan
yang berbeda, dan dalam sekolah juga terdapat falsafah pendidikan, pada umumnya
terdapat empat falsafah yaitu :
1.
Rekonstruksisme
Menurut Hilda taba, John Dewey secara konsisten mengamati
fungsi sekolah dalam kaidah psikologi. Berdasarkna filsafat Dewey,
Rekonstruksisme mengikuti sebuah alur
yang meyakini dan mengemukakan bahwa keberadaan sekolah adalah untuk adanya
perbaikan dalam masyarakat. Geirge S. Counts, dalam bukunya “Dare the school
Build a New Sosial Order” menantang para pendidik untuk kembali
memperitmbangkan peran sekolah dalam masyarakat.
Secara gamblang, Theodor Brameld
menguraikan nilai-nilai Rekonstruksisme, yaitu banyaknya orang yang
menginginkan hal-hal sebagai verikut :
a. Makanan yang cukup
b. Pakaian yag cukup
c. Perlindungan dan kebebasan
d. Kebutuhan seksual dan
pelayanan
e. Jiwa dan mental yang sehat
f. Rekan kerja dan bisnis
g. Persahabatan, saling setia
dan kepribadian
h. Pengakuan, penghargaan dan
status
i.
Sesuatu yang baru, keingitahuan, variasi, petualangan, pertumbuha,
dan daya kreasi
j.
Kemampuan membaca, kepandaian, dan informasi
k. Partisipasi dan tukar
pikiran serta
l.
Pengertian, perintah
dan tujuan
Beberapa pendidik setuju bahwa pemuda harus memikirkan
tantangan dan masalah social, ekonomi, dan politik, serta berusaha untuk
mencapai mufakat dalam mencari solusi. Premis utama dari falsafah ini adalah
untuk menjadikan sekolah sebagai agen utama dlam perubahan social.
2.
Perenialisme
Dalam tradisi plato, Aristoteles dan ahli filsafat Katolik,
St Thomas Aquinas, pendidikan bermaksud mengatur pikiran, kemampuan,
perkembangan rasio dan pencarian kebenaran.
Perenialisme sekuler mendukung kurikulum sebuah akademi
dengan tata bahasa, kepandaian berbicara, logika, bahasa lama dan baru,
matematika dan peradaban dunia. Berkaitan dengan hal ini, Robet M. Hutchins
dikenal sebagai orang yang meguraikan falasafah Perenialisme di amerika.
Menurutnya Perenialisme diajukan dari kebutuhan-kebutuuhan sekarang siswa,
spesifikasi pendidikan, dan latihan kejuruan. Hutchins memberikan penekanan ini
ketika ia menyatakan bahwa pendidikan yang disempurnakan untuk yang mendesak,
bukanlah sebuah pendidikan yang bermanfaat. Pendidikan ideal adalah sebuah
pendidikan yang ikut memperhatikan pengembangan pikiran. Secara garis besar,
Perenialisme tidak dapat membuktikan sebuah filsafat yang menarik untuk sistem pendidikan.
3.
Esensialisme
Menurut sejarah, esensialis dan progresifis berhasil
mengendalikan kesetiaan masyaraka umum Amerika dari tahun 1635, yang diawali
denga berdirinya sekolah latin Boston sampai tahun 1896, atas prakarsa asisten
John Dewey di Universitas Chicago, menurut esensialis, pendidikan bertujuan
untuk menyebarkan budaya. Apabila rekonstruksionis hendak mengubah masyarakat
secara aktif, sebaliknya esensialis menghindari hal tersebut.
Bahan pokok kurikulum adalah sebuah rencana esensialis
tentang organisasi kurikulum dan teknik-teknik pemberian pelajaran, dengan tes
sebagai metodenya. Karya ilmiah, yakni kemampuan mendaur ulang apa yang telah
dipelajari, merupakan nilai yang tinggi, dan pendidikan diawasi sebagai
persiapan mencapai maksid pendidikan, seperti perguruan tinggi, lapangan kerja
dan kehidupan.
Dalam falsafah ini terdapat prinsip behavioristik, yaitu
esensilitas meneukan dasar-dasar tingkah laku yang selaras dengan keyakinan
filosofis. Kemampuan dasar menjadi prioritas bagi esensialis. Begitu pula
halnya denganberbagai program pendidikan dan latihan yang menjadi titik
orientasi eensialis.
4.
Progresivisme
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, progresivisme
yang dikenal juga dengan nama pragmatism, berkembang melalui struktur
pendidikan di Amerika sebagai jawaban atas doktrin esensialisme. Dengan
tokoh-tokohnya seperti John Dewey, William H. Kilpatrick, John Childe, dan boyd
Bode, progresivisme berupaya menyajikan bahan dasar bagi para pelajar.
Berkaitan dengan hal ini, penganut progresivismw mebuka sekolah untuk anak-anak
sebagai sekolah penelitian di Universitas Chicgo. John Dewey pun kemudian
mengupullkan bahan-bahan pemikiran progresivisne dalam sebuah seri penerbitan,
antra lain “Democrary and Education”, “Experience and Education”, “How we
Think”, dan “Pedagogic Creed”.
Sikap progresivis yang menyatakan bahwa anak harus memahami
pengalaman pendidikan “di sisni ” dan “sekarang”, mepunyai filosofi “Pendidikan
adalah Hidup”, “belajar denga melakukan”. Para progresivis mendorong sekolah
agar menyediakan pelajaran bagi setiap individu yang berbeda, baik dalam
mental, fisik, emosi, spiritual dan perbedaan social.
C.
Landasan
Psikologis
1.
Landasan
Psikologi
Landasan
psikologis merupakan dasar-dasar pemahaman dan pengkajian sesuatu dari sudut
karakteristik dan prialku manusia, khususnya manusia sebagai individu.
Dasar-dasar pemahaman dan pengkajian tersebut diambil dari satu cabang ilmu
yang disebut psikologi.
2.
Tujuan dan
Kegunaan Mempelajari Psikologi
Setiap
orang membutuhkan pengetahuan tentang psikologi, sebab dalam kehidupan sesorang
selalu menghadapi, bergaul dan bekerjasama dengan oranglain. Orang-orang yang
dalam pekerjaanya memberikan pelayana kepada orang lain atau menghadapi orang
membutuhkan pengetahuan psikologi yang lebih banyak dan mendalam dibandingkan
dengan orang-orang yang menghadapi orang hanya dalam pergaulan dan dalam
kehidupan keluarga.
3.
Ruang Lingkup
Psikologi
a.
Psikologi umum
Sering disebut sebagai pengantar psikologi, merupakan studi tentang
prilaku atau kegiatan individu secara umum.
b.
Psikologi
Khusus
Terdiri dari
psikologi perkembangan seperti mempelajari prilaku dan karakteristik individu
dalam tahap perkembangan.
Psikologi
Kepribadiaan merupakan cabang dari psikologi yang khusus mempelajari
kepribadiian individu.
Psikologi
diferensial, mempelajari perbedaan-perbedaan kemampuan dan kegiatan dari
individu.
4.
Landasan
Psikologis Proses Pendidikan
Studi
atau ilmu yang mempelajari penerapan dasar dan prinsip-prinsip, metode-metode,
teknik dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
dalam pendidikan ini disebut ”Landasan Psikologis Proses Pendidikan”.[2]
5.
Tujuan
Mempelajari Landasan Psikologis Proses Pendidikan
Ada
2 tujuan yaitu yang pertama agar guru, para pendidik atau calon guru dan calaon
pendidik mempunyai paham yang lebih baik tentang situasi pendidikan.
Yng
kedua yaitu agar calon guru, pendidik atau guru mampu menyiapkan dan
melaksanakan pengajaran dan terhadap siswa, peserta didik dengan lebih baik.
6.
Ruang Lingkup
Landasan Proses Psikologis
Mempelajari
situasi pendidikan dengan fokus utama interaksi pendidikan yaitu interaksi
antara siswa dengan guru, yang berlangsung dalam situasi lingkungan.
D. Kemasyarakatan
Pendidikan merupakan suatu proses sosial, karena berfungsi
memasyarakatan anak didik melalui proses sosialisasi di dalam masyarakat
tertentu. Sekolah, sebagai salah satu institusi pendidikan, berperan juga
sebagai institusi sosial,karena melalui lembaga tersebut anak dipersiapkan
untuk mampu terjundan aktif dalam kehidupan masyarakatnya kelak.
Anak-anak berasal dari masyarakat, dan mereka belajar
tentang cara hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, sekolah harus bekerja
sama dengan masyarakat, dan program sekolah harus disusun dan diarahkan oleh
masyarakat yang menunjang sekolah tersebut. Program pendidikan disusun dan
dipengauhi oleh nilai, masalah, kebutuhan, dan tantangan dalam masyarakat
sekitarnya. Ini berarti kurikulum disusun berlandaskan dasar sosiologis yang
akan menjadi pembahasan dalam bab ini.
1.
Masyarakat
sebagai suatu Sistem Sosial
Ciri universal dari manusia adalah hidup dalam berkelompok.
Manusia lahir dalam berkelompok, dan melalui kehidupan bersama ini manusia
belajar dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan sebagainya.
Dalam berkelompok pula manusia mempelajari peralatan dan berbagai proses
kehidupan, serta menerima agama dan pandang hidup.
Masyarakat adalah suatu sistem atau totalitas, yang
didalamnya terdapat berbagai subsistem yang berjenjang secara struktural, mulai
dari subsistem kepercayaan subsistem nilai atau
norma-norma, subsistem kebutuhan, dan subsistem permintaan.
Subsistem kepercayaan menjadi dasar munculnya subsistem
nilai, yang kemudian mendasari subsistem kebutuhan, dan selanjutnya mendasari
subsistem permintaan. Pemenuhan atas suatu subsistem akan memengaruhi atau
mengubah subsistem berikutnya, demikian seterusnya.
Masyarakat suatu sistem maupun subsistem
berikutnya dapat memengaruhi proses pendidikan, oleh karenanya mereka harus
dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
a.
Subsistem Kepercayaan / Keyakinan Hidup
Setiap masyarakat mempunyai kepercayaan atau keyakinan
tentang bentuk manusia yang mereka cita-citakan. Cita-cita tersebut biasanya
terkandung dalam kepercayaan agama atau falsafah hidup masyarakat. Bangsa kita
memiliki keyakinan, bahwa manusia yang diharapkan atau dicita-citakan oleh
masyarakat adalah manusia pembangunan yang berpancasila. Di dalam pancasila
telah terkandung kayakinan beragama, sehingga dapat kita tafsirkan bahwa
manusia Pancasila sudah tentu memiliki keyakinan beragama. Falsafah Pancasila
ini menjadi dasar dari tujuan pendidikan nasional, yang berarti pula mendasari
kuikulum diberbagai sekolah kita.
b.
Subsistem Nilai
Nilai adalah ukuran umum yang di pandang baik oleh
masyarakat dan menjadi pedoman dari tingkah laku manusia tentang cara hidup
yang sebaik-baiknya. Nilai-nilai ini sesungguhnya bersumber dari subsistem
pandangan hidup yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai-nilai tadi merupakan
pertimbangan dan memberikan arah, umumnya terhadap pendidikan dan khususnya pembinaan
kurikulum.
c.
Subsistem kebutuhan masyarakat
Pada dasarnya, pendidikan berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum harus
berdasarkan kebutuhan masyarakat dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Kurikulum yang demikian adalah kurikulum yang relevan dengan masyarakat.
d.
Subsistem permintaan atau tuntutan(demands)
Kebutuhan masyarakat mendorong munculnya permintaan yang
perlu dipenuhi. Sebagai contoh, andaikan masyarakat membutuhkan atau menuntut
adanya perumahan, penyelesaian kenakalan remaja, keterampilan, pengupahan dan
perburuan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Berdasarkan
permintaan-permintaan tersebut, maka perencana kurikulum dapat memilih
bahan-bahan dan pengalaman-pengalaman kurikulum yang relevan dengan masyarakat.
Dalam pengembangan kurikulum perlu dipertimbangan berbagai
masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Hal ini berguna untuk:
1) Mengorientasikan kurikulum
pada pusat-pusat kehidupan (major areas of
living)
2) Membantu merumuskan falsafah
dan tujuan-tujuan pendidikan;
3) Membantu pelaksanaan
berbagai prinsip dan prosesyang dipelajari melalui pengalaman-pengalaman
kurikuler;
4) Merangsang minat murid dan
mengusahakan kegiatan belajar menjadi lebih luas;
5) Melengkapi dasar
pengembangan unit-unit pelajaran;
6) Melengkapi dasar proyek dan
topik-topik pelajaran;
7) Melengkapi dasar
pengembangan pelajaran yang bertujuan dalam penyelesaian suatu masalah; dan
8) Melengkapi proyek kerja sama
sekolah dan masyarakat, ketika para siswa dapat berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat.
2.
Kekuatan
Sosial yang Mempengaruhi kurikulum
Sekolah adalah institusi sosial yang didirikan dan
ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu,
wajar jika dalam penyusunan dan pelaksanaannya kurikulum sekolah banyak
berkembang dan selalu berubah didalam masyarakat. Pengaruh tersebut berdampak
pada komponen-komponen kurikulum seperti tujuan pendidikan, siswa, isi
kurikulum, maupun situasi sekolah tempat kurikulum dilaksanakan.
Berbagai kekuatan sosial yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum ada beraneka ragam. James W. Thornton dan John R. Wright, dalam
bukunya ’’secondary school curiculum’’, mengaflikasikan kekuatan sosial
yang mempengaruhi kurikulum:
a. Kekuatan sosial yang resmi,
terdiri atas:
1) Pemerintah suatu negara,
melalui Undang-Undang Dasar, dasar negara,falsafah dan ideologi negara;
2) Pemerintah daerah, melalui
berbagai kebijakn pemerintah dalam bidang pendidikan; dan
3) Perwakilan Departemen
Pendidikan setempat.
b. Kekuatn sosial setempat,
yang terdiri atas:
1) Yayasan-yayasan yang
bergerak di bidang pendidikan;
2) Kerukunan atau persatuan
keluarga sekolah-sekolah sejenis;
3) Perguruan Tinggi, yakni
universitas, akademi, maupun institut;
4) Persatuan Orang Tua Murid
dan Guru;
5) Penerbit buku-buku
pelajaran;
6) Perkumpulan yang berdasarkan
kemanusiaan;
7) Manusia masa seperti radio,
televisi, dan surat kabar; dan
8) Adat kebiasaan masyarakat
setempat.
c. Organisasi profesional,
seperti persatuan Guru, Persatuan Guru, Persatuan Dokter, dan ahli hukum.
E.
Pendekatan Teknologis
Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas
tertentu. Materi yang diajarkan,
criteria evaluasi sukses dan strategi belajarnya disesuaikan dengan job analysis. KBK termasuk ke dalam kategori pendekatan
teknologis.
Pembelajaran
PAI dikatakan menggunakan teknologis, jika ia menggunakan pendekatan system
dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan
menilainya. Manfaat dari pendekatan teknologis agar pencapaian hasil
pembelajarannya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan
terkontrol. Dari rancangan proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut
diharapkan dapat dilaksanankan secara efektif, efisien, dan memiliki daya
tarik.
Adapun
keterbatasan dari pendekatan teknologis, diantaranya terbatas pada hal-hal yang
telah dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun
produknya. Apabila kegiatan pembelajaran PAI hanya sampai pada penguasaan
materi dan keterampilan menjalankan ajaran agama, bisa menggunakan pendekatan
teknologis, sebab proses dan produknya bisa dirancang sebelumnya. Namun, jika
pembelajaran PAI harus sampai pada taraf
kesadaran iman dan pengamalan ajaran agama Islam, maka pendekatan teknologis akan
sulit diterapkan, karena dari prosesnya bisa dirancang, tetapi hasil
pembelajarannya tidak bisa dirancang dan sulit diukur. Maka dari itu, tidak
semua pesan-pesan pembelajaran PAI dapat dilakukan dengan pendekatan
teknologis.[3]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
beberapa definisi para ahli mengenai kurikulum dapat ditarik benang merah yaitu
disatu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah dan dilain
pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman pelajaran.
Dengan
memahami pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang landasan-landasan
psikologis, guru-guru dan pendidik lainnya diharapkan mampu menciptakan
interaksi pendidikan, perlakukan mendidik yang efektif dan efisien.
Falsafah
pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting karena mengandung keyakinan
yang berupa serangkaian cita-cita dan nilai-nilai yang sangat baik menurut
pandangan masyarakat. Pada umumnya terdapat empat falsafah yaitu rekonstruksisme,
perelialisme, esensialisme, dan progresifisme.
Masyarakat
adalah suatu sistem atau totalitas yang didalamnya terdapat berbagai subsistem
yang berjenjang secara struktural mulai dari subsistem kepercayaan, subsistem
nilai atau norma-norma, subsistem kebutuhan, dan subsistem permintaan.
Masyarakat
merupakan sistem yang dapat mempengaruhi proses pendidikan, oleh karenanya hal
ini harus dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
Pembelajaran
PAI dikatakan menggunakan pendekatan teknologis jika di dalamnya terdapat
pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola,
melaksanakan, dan menilainya. Akan tetapi, pendekatan teknologis ini akan sulit
diterapkan karena proses dapat dirancang namun hasil pembelajrannya tidak dapat
dirancang dan sulit diukur.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar,
2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhaimin, 2005.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nana Syaodih
Sukmadinata, 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana,
2008. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
i
|
Langganan:
Postingan (Atom)