Pages

Selasa, 12 April 2011

Dago -> Kawasan Anak Muda

 

Berada di daerah Dago Bandung serasa kembali ke usia muda (kayak udah tua saja nih…). Daerah Dago pantas dijuluki kawasan anak muda, khususnya kawasan mahasiswa. Berjalanlah di sekitar Pasar Simpang Dago, maka anda akan melihat bahwa orang-orang yang berlalu lalang di daerah itu kebanyakan anak muda. Keramaian anak muda akan terlihat menjelang sore hari ketika ratusan mahasiswa yang pulang kuliah terlihat ramai di sana. Angkot banyak yang ngetem di Pasar Simpang Dago, siap mengantarkan pelajar dan mahasiswa ke daerah kos di seputar Tubagus Ismail, Dago atas, Tamansari, Balubur, dan sebagainya.
Yang saya maksud daerah Dago adalah kawasan Bandung Utara yang meliputi daerah Tubagus Ismail, Cisitu (lama dan baru), Dipati Ukur, Tamansari, Pelesiran, Taman Hewan, dan Siliwangi. Daerah-daerah yang saya sebutkan ini adalah sentra kos mahasiswa. Puluhan ribu mahasiswa kos di sini. Hal ini beralasan karena di kawasan Dago terdapat banyak Perguruan Tinggi seperti ITB, Unpad, Unpar, Unisba, Unikom, ITHB, STT Jabar, dan beberapa akademi swasta. Jika ditambah dengan UPI di Jalan Setiabudi (yang tidak jauh dri kawasan Dago), maka lengkaplah kawasan kampus yang dipadati mahasiswa. Kawasan Dago yang banyak anak muda ini mengingatkan kita pada kawasan kampus Bulaksumur di Yogyakarta (ada banyak PT di kawasan Bulaksumur) atau kawasan Margonda Raya Depok (UI, Gunadharma, Pancasila, dll). Ciri khas kawasan kampus adalah menjamurnya usaha foto copy, percetakan, rumah makan, bimbingan belajar, wartel, warnet, dan kafe-kafe anak muda. Belakangan masuk pula restoran siap saji waralaba.
Ada banyak alasan mengapa banyak perguruan tinggi swasta yang membuka kampus di daerah Dago. Salah satunya dipicu oleh kehadiran PTN seperti ITB dan Unpad di kawasan ini lebih dahulu. Karena PTS sangat bergantung pada dosen-dosen dari PTN, maka pengelola PTS mengambil jalan mudah saja: dirikan kampus di dekat PTN agar dosen PTN yang mengajar d PTS tersebut tidak terlalu jauh. Strategi ini dipakai oleh beberapa PTS di Jalan Dipati Ukur dan ternyata berhasil. PTS tersebut kebanjiran mahasiswa. Strategi ini juga yang dipakai PTS di Jakarta ketika UI memindahkan kampusnya di Depok. Akhirnya Universitas Gunadharma, Universitas Pancasila, dan lain-lain tidak mau jauh-jauh dari UI karena mereka banyak bergantung pada dosen-dosen dari UI. Hal yang sama juga terjadi di daerah Bulaksumur Yogyakarta.
Tentu saja lokasi bukan itu satu-satunya alasan mengapa banyak calon mahasiswa memilih PTS di kawasan Dago. Ada banyak faktor lain seperti kualitas PTS, biaya, dll. Tetapi sukar dibantah kalau lokasi kawasan kampus sangat menentukan. Kawasan kampus tentu saja menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Suasana belajar inilah yang dicari oleh calon mahasiswa. Berbaur dengan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menimbulkan interaksi akademik yang bagus. Kos-kosan sering diisi oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Mahasiswa PTS terpacu semangat belajarnya karena tetangga kosnya mahasiswa ITB atau Unpad. Ini juga alasan mengapa PTS di daerah selatan Bandung kurang diminati (pengecualian paad STT Telkom) calon mahasiswa karena lingkungannya kurang kondusif untuk belajar.
Secara berseloroh, ketika teman saya mau mendirikan lembaga Perguruan Tinggi, saya katakan padanya, percaya atau tidak jika sekolahnya mau laku, maka bikin kampusnya jangan jauh-jauh dari daerah Dago, kalau tidak nanti kurang diminati mahasiswa.
Berada di kawasan kampus sangat menyenangkan bagi saya. Saya selalu melihat wajah-wajah anak muda yang punya semangat belajar. Dari kawasan dago inilah kelak lahir calon-calon pemimpin bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar

 

teks blog