Dalam proses komunikasi untuk mendapatkan hasil yang efektif perlu diperhatikan unsur2 dari komunikasi, yaitu:
1. Komunikator (pandai menggunakan bahasa, intonasi, simbol dan mimik yang menarik simpati dan empati dari komunikannya).
2. Pesan (cara penyampaian, isi pesan sesuai dg kebutuhan dan diminati oleh komunikan)
3. Media (sesuai dg pesan yg ingin disampaikan dan sesuai dg kebutuhan komunikan)
4. Perhatikan gangguan2 yg mungkin akan menghambat proses komunikasi
5. Komunikan (latar belakang, dll)
6. Pengaruh/umpan balik (yg diharapkan / tujuan penyampaian pesan)
Keenam unsur komunikasi harus saling berhubungan dalam menyampaikan pesan agar dapat menjadi komunikasi efektif.
Kamis, 28 April 2011
Rabu, 27 April 2011
Tahapan Proses Layanan Konseling Perorangan
Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Selasa, 26 April 2011
kepribadian KONSELOR
Kepribadian konselor sangat menentukan hubungan yang terjadi di dalam konseling pastoral. Kata kunci yang perlu dibangun melalui kepribadian konselor ialah menjadi kepercayaan dari konseli agar konseli merasa penting membukakan hal-hal yang ia rasakan sangat berharga dalam permasalahannya atau beban-bebannya.
Konselor dalam pendampingan pastoral adalah menolong konseli atau fungsi "sustaining" seperti yang terdapat pada kesimpulan Yehezkiel 34:16 dalam rangka pertanggungjawaban terhadap Allah berdasarkan kasih Allah yang menyelamatkan.
Kasih adalah hukum Kristus dan kita diminta untuk saling menolong (bndk. dengan Galatia 6:2). Dalam kaitan konseling, H. Norman Wright dalam Konseling Krisis menyebutkan bahwa menolong berarti membantu si konseli melakukan sesuatu untuk perbaikan keadaannya. Menolong berarti menyokong atau meningkatkan pertumbuhan seseorang dalam kekudusan, kebajikan, kasih karunia dan hikmat Kristiani. Pribadi yang menolong adalah ungkapan belas kasihan Yesus kepada orang yang telantar, sakit, terpenjara dan semua orang yang terampas sukacitanya di jalan-jalan Yerikho modern. Semua Injil memperlihatkan perhatian dan kasih Tuhan Yesus kepada manusia.
Seorang gembala dalam tugas pastoralnya merasakan panggilan Allah terhadap dirinya yang mau memakai sejarah hidupnya sendiri dalam praktik pastoral dan hal tersebut dilakukannya sebagai arena pertanggungjawaban kepada Allah. Dalam praktik pastoral, seorang gembala atau konselor harus tetap menyadari kelemahan dan keterbatasannya, sehingga ia tetap menjadi rendah hati dan sabar dalam mendengarkan dan menghargai konseli seperti apa adanya demi pertumbuhan dan kebaikan konseli.
Sukses tidaknya dalam praktik konseling pastoral sangat tergantung pada kepribadian konselor. Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh seorang konselor, yaitu:
- Memiliki kepribadian yang kuat. Tanda kepribadian yang tidak sehat, misalnya dalam hidup setiap hari sering dijumpai hal yang aneh-aneh, antara lain bila bertemu dengan seseorang terus merasa benci atau sebaliknya terus merasa simpati. Juga dasar pengalaman yang aneh-aneh, misalnya sewaktu dia dulu anak-anak pernah dipukul oleh orang yang tampangnya kurus, tinggi, dan berkumis. Pengalaman ini terpendam. Setiap kali dia bertemu dengan orang yang kurus, tinggi, dan berkumis, dia terus terpancing. Ini semua tanda kepribadian yang tidak sehat. Seorang konselor harus mampu mengontrol gejala seperti ini di dalam dirinya sendiri.
- Bersikap menerima seseorang sebagaimana adanya. Menerima seseorang sebagaimana adanya (as he/she as) adalah penting sekali. Apabila konseli datang (masuk) dengan celana pendek, misalnya, atau memaki-maki, atau tersenyum, jangan terus terpengaruh oleh kemampuan konseli.Menerima seseorang sebagaimana adanya adalah ciri pendekatan Yesus (bndk. Yohanes 3; Yohanes 4; Lukas 19). Sewaktu Yesus bertemu dengan perempuan Samaria, Ia menerima perempuan itu apa adanya, tanpa menghakiminya. Ia menerima perempuan yang didapati berzinah; Ia juga menerima Zakheus, seorang pemungut cukai yang tidak jujur itu.Yesus berbelaskasihan terhadap orang lain. Belas kasih Yesus merupakan gambaran pendekatan-Nya perlu menjadi jiwa pelayanan konseling pastoral (bndk. Markus 8:2; 6:34).
- Empati (Emphaty). Seorang konselor harus menanamkan perasaan empati di dalam dirinya. Empati ialah mampu merasakan problem seseorang seperti orang itu merasakannya (bndk. Karo: kepate), namun konselor tidak bisa hanyut dalam perasaan konseli.Gembala sebagai konselor memasuki atau merasakan bagaimana perasaan konseli.
- Jaminan Emosional. Seorang konselor harus mempunyai jaminan emosional (emotional security). Apabila konseli menangis, misalnya, konselor tidak usah ikut menangis. Apabila konseli tertawa, konselor tidak perlu ikut tertawa. Seandainya konseli mengharapkannya, cukuplah tersenyum saja. Tujuan kita berbuat demikian agar kita (konselor) berfungsi sebagai cermin bagi konseli, agar dia melihat dirinya sendiri melalui sikap kita (konselor).
- Menghindari nasihat-nasihat. Memberikan nasihat-nasihat adalah pekerjaan yang paling mudah, akan tetapi yang paling sulit adalah menolong. Konselor harus menahan diri untuk tidak memberikan atau menjejali nasihat-nasihat, kecuali di akhir pertemuan. Ini pun hanya bila perlu. Menasihati sering disebut directive counseling. Menasihati berarti konselor yang terus berbicara. Cara ini tidak baik. Keadaan konseli jangan kita tinjau dari sudut moral dan lantas kita memarahinya (misalnya, bagaimana konseli telah mencuri uang ibunya, dan lain-lain). Jangan memberikan penilaian moral (moral evaluation) dalam konseling agar yang bersangkutan tidak takut. Jangan terlalu cepat meminta berdoa atau membaca Alkitab. Ini semua akan menutupi masalah-masalah yang telah lama disimpannya.
- Ilmu jiwa-dalam atau psikologi dan psikoterapi. Konselor seharusnya telah mendapatkan latihan-latihan konseling dan memahami ilmu jiwa-dalam, antara lain: Freud, Jung, Adler, dan lain- lain. Penyakit gangguan jiwa ditentukan oleh ada atau tidaknya rasa rendah diri yang tidak wajar (MC) sebagai hasil persaingan ketika dia kalah. Belajarlah tentang psikoterapi, dan sebaiknya seorang konselor pernah dikonseling (dianalisis).Siapakah yang kita terima dalam konseling? Semua orang, kecuali orang gila (Schizophrenia). Kita bisa menolong orang yang neurosis; tetapi apabila dalam keadaan parah, orang tersebut perlu kita bawa ke psikiater.Apa batas jiwa yang sehat dengan yang tidak sehat? Ada dua jenis penyakit jiwa (mental illness) atau mental disorder, yaitu:
- Neurosa (Neurosis);
- Psikhosa (Psychosis, gila).
Senin, 25 April 2011
Penyebab Mengapa Kebanyakan Orang Gagal
Kebanyakan orang merasa tidak memiliki kontrol atas hidup mereka, yang menyebabkan mereka menjadi orang yang mudah marah, sering takut, sering mengeluh, selalu merasa gagal, bahkan mencari pelarian ke minuman keras ataupun obat-obatan terlarang. Ketika keadaan buruk menimpa hidup mereka, selalu saja mencari alasan dan menyalahkan orang lain atau hal lain, yang pasti apapun selain dirinya.
Ini memang merupakan jalan keluar yang paling mudah dilakukan karena kita jadi merasa tidak perlu bertanggung jawab, dan tidak perlu merasa gagal tetapi permasalahannya ini tidak akan mengantarkan kita ke mana-mana, dan malah semakin terpuruk di belakang.
Jika kamu tidak bergerak maju, maka berarti kamu bergerak mundur. Tidak ada yang namanya diam di tempat. Kebanyakan orang hanya menunggu dan terus menunggu. Menunggu waktu yang tepat, menunggu kesempatan yang tepat, menunggu orang yang tepat, intinya selalu menunggu keajaiban yang akan mengubah hidup mereka. Dan biasanya keajaiban ini tidak akan pernah datang.
Kalau kamu termasuk orang yang seperti ini, kamu harus sadar bahwa sebenarnya kamu itu terus bergerak mundur, dan jika kamu terus bergerak mundur, kegagalan dan keterpurukanlah yang menunggu kamu di sana.
Jika kamu ingin maju, kamu harus mulai memegang kendali akan hidup kamu. Dalam kontrol kamu, hidup kamu bisa diarahkan menuju hidup yang kamu inginkan. Kamu memang tidak bisa mengontrol semua hal yang terjadi pada hidup kamu, tapi setidaknya kamu bisa mengontrol bagaimana kamu merespon hal tersebut.
Pegang kendali hidup kamu sekarang dengan melakukan lima langkah ini:
1. Analisa
Lihat, dengar, dan sadari segala sesuatu, kondisi atau keadaan yang mempengaruhi hidup kamu baik itu baik maupun buruk.
2. Bertanggung jawab
Rasakan tanggung jawab atas semua kondisi tersebut. Berusaha menahan diri jika kamu mulai menyalahkan sesuatu atau seseorang.
3. Menerima sesuatu yang diluar kendali
Banyak hal yang diluar kendali kita, termasuk di sini orang lain. Tenangkan pikiran dan bereaksilah yang sesuai atas hal tersebut.
4. Selalu positif
Ambil nilai positif dari setiap hal. Fokus pada apa yang bisa dilakukan untuk menjadikan hal tersebut lebih baik.
5. Bertindak
Saatnya melakukan tindakan untuk mengendalikan keadaan.
Saatnya kamu memegang kendali penuh atas hidup kamu, jangan hanya menyerah dan membiarkan orang lain ataupun keadaan mengontrol hidup kamu. Ini HIDUP kamu. Kamulah kapten kapal kehidupan kamu. Mungkin akan ada banyak badai kehidupan yang menghalangi laju kapal kamu, tapi jika kamu yakin bahwa kamu dapat melakukan sesuatu untuk mengendalikan kapal kamu melewati badai tersebut, saya yakin suatu saat kapal kamu akan sampai ke tempat yang kamu inginkan – IMPIAN kamu.
By: Taufiqurrahman N M
Ini memang merupakan jalan keluar yang paling mudah dilakukan karena kita jadi merasa tidak perlu bertanggung jawab, dan tidak perlu merasa gagal tetapi permasalahannya ini tidak akan mengantarkan kita ke mana-mana, dan malah semakin terpuruk di belakang.
Jika kamu tidak bergerak maju, maka berarti kamu bergerak mundur. Tidak ada yang namanya diam di tempat. Kebanyakan orang hanya menunggu dan terus menunggu. Menunggu waktu yang tepat, menunggu kesempatan yang tepat, menunggu orang yang tepat, intinya selalu menunggu keajaiban yang akan mengubah hidup mereka. Dan biasanya keajaiban ini tidak akan pernah datang.
Kalau kamu termasuk orang yang seperti ini, kamu harus sadar bahwa sebenarnya kamu itu terus bergerak mundur, dan jika kamu terus bergerak mundur, kegagalan dan keterpurukanlah yang menunggu kamu di sana.
Jika kamu ingin maju, kamu harus mulai memegang kendali akan hidup kamu. Dalam kontrol kamu, hidup kamu bisa diarahkan menuju hidup yang kamu inginkan. Kamu memang tidak bisa mengontrol semua hal yang terjadi pada hidup kamu, tapi setidaknya kamu bisa mengontrol bagaimana kamu merespon hal tersebut.
Pegang kendali hidup kamu sekarang dengan melakukan lima langkah ini:
1. Analisa
Lihat, dengar, dan sadari segala sesuatu, kondisi atau keadaan yang mempengaruhi hidup kamu baik itu baik maupun buruk.
2. Bertanggung jawab
Rasakan tanggung jawab atas semua kondisi tersebut. Berusaha menahan diri jika kamu mulai menyalahkan sesuatu atau seseorang.
3. Menerima sesuatu yang diluar kendali
Banyak hal yang diluar kendali kita, termasuk di sini orang lain. Tenangkan pikiran dan bereaksilah yang sesuai atas hal tersebut.
4. Selalu positif
Ambil nilai positif dari setiap hal. Fokus pada apa yang bisa dilakukan untuk menjadikan hal tersebut lebih baik.
5. Bertindak
Saatnya melakukan tindakan untuk mengendalikan keadaan.
Saatnya kamu memegang kendali penuh atas hidup kamu, jangan hanya menyerah dan membiarkan orang lain ataupun keadaan mengontrol hidup kamu. Ini HIDUP kamu. Kamulah kapten kapal kehidupan kamu. Mungkin akan ada banyak badai kehidupan yang menghalangi laju kapal kamu, tapi jika kamu yakin bahwa kamu dapat melakukan sesuatu untuk mengendalikan kapal kamu melewati badai tersebut, saya yakin suatu saat kapal kamu akan sampai ke tempat yang kamu inginkan – IMPIAN kamu.
By: Taufiqurrahman N M
Minggu, 24 April 2011
7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor
Menurut Jones ada 7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor, adalah sebagai berikut :
1.Tingkah laku yang etis. Sikap dasar seorang konselor harus mengandung ciri etis, karenakonselor harus membantu manusia sebagai pribadi dan memberikan informasi pribadiyang bersifat sangat rahasia. Konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadikonseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukarankonseli.
2.Kemampuan intelektual. Konselor yang baik harus memiliki kemampuan intelektualuntuk memahami seluruh tingkah laku manusia dan masalahnya serta dapat memadukankejadian-kejadian sekarang dengan pengalaman-pengalamannya dan latihan-latihannyasebagai konselor pada masa lampau. Ia harus dapat berpikir secara logis, kritis, danmengarah ke tujuan sehingga ia dapat membantu konseli melihat tujuan, kejadian-kejadian sekarang dalam proporsi yang sebenarnya, memberikan alternatif-alternatif yangharus dipertimbangkan oleh konseli dan memberikan saran-saran jalan keluar yangbijaksana. Semua kecakapan yang harus dimiliki seorang konselor di atas membutuhkantingkat perkembangan intelektual yang cukup baik.
3.Keluwesan (fleksibelity). Hubungan dalam konseling yang bersifat pribadi mempunyaiciri yang supel dan terbuka. Konselor diharapkan tidak bersifat kaku dengan langkah-langkah tertentu dan sistem tertentu. Konselor yang baik dapat dengan mudahmenyesuaikan diri terhadap perubahan situasi konseling dan perubahan tingkah lakukonseli. Konselor pada saat-saat tertentu dapat berubah sebagai teman dan pada saat laindapat berubah menjadi pemimpin. Konselor bersama konseli dapat dengan bebasmembicarakan masalah masa lampau, masa kini, dan masa mendatang yang berhubungandengan masalah pribadi konseli. Konselor dapat dengan luwes bergerak dari satupersoalan ke persoalan lainnya dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam proses konseling.
4.Sikap penerimaan (accept ance). Seorang konseli diterima oleh konselor sebagai pribadidengan segala harapan, ketakutan, keputus-asaan, dan kebimbangannya. Konseli datangpada konselor untuk meminta pertolongan dan minta agar masalah serta kesukaranpribadinya dimengerti. Konselor harus dapat menerima dan melihat kepribadian konselisecara keseluruhan dan dapat menerimanya menurut apa adanya. Konselor harus dapatmengakui kepribadian konseli dan menerima konseli sebagai pribadi yang mempunyaihak untuk mengambil keputusan sendiri. Konselor harus percaya bahwa konselimempunyai kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggungjawab. Sikap penerimaan merupakan prinsip dasar yang harus dilakukan pada setiapkonseling.
5.Pemahaman (und erst and ing ). Seorang konselor harus dapat menangkap arti dari ekspresikonseli.Pemahaman adalah mengkap dengan jelas dan lengkap maksud yang sebenarnyayang dinyatakan oleh konseli dan di pihak lain konseli dapat merasakan bahwa iadimengerti oleh konselor. Konseli dapat menangkap bahwa konselor mengerti danmemahami dirinya, jika konselor dapat mengungkapkan kembali apa yang diungkapkankonseli dengan bahasa verbal maupun nonverbal dan disertai dengan perasaannya sendiri.Ungkapan konselor ini harus dapat ditangkap oleh konseli. Kemampuan konselor dalammemahami konseli pada setiap konseling dapat terjadi dengan menempatkan dirinya padakaca mata konseli. Memahami orang lain tidak cukup hanya mengerti data-data yangterkumpul, tetapi yang lebih penting konselor dapat mengerti bagaimana konseli memberikan arti terhadap data-data tadi. Memahami dalam proses konseling jangandisamakan dengan memahami suatu ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan orangingin menangkap arti yang objektif, sedangkan dalam konseling justru karena inginmenangkap arti yang subjektif, yaitu arti yang diberikan oleh konseli. Dalam konselingyang diperlukan bukan kebenaran yang objektif, melainkan bagaiman konseli melihatkebenaran itu. Seorang konselor tidak perlu meneliti kebenaran kata-kata konseli, tetapiyang penting bagi konselor adalah menangkap cara konseli menyatakan kebenarantersebut dan akhirnya konselor dapat menangkap arti keseluruhan pernyataan kepribadiankonseli. Seorang konselor harus mengikuti perubahan kepribadian konseli dengan baik.Konselor harus dapat menyatuakn dirinya dengan dunia konseli dan dapat menyatukankembali dengan cara yang wajar dan dengan penuh perasaan agar konseli mudahmenangkap dan mengertinya. Akhirnya, konseli dapat melihat alternatif-alternatif yangrealistis dengan diri sendiri dan berani merumuskan suatu keputusan yang bijaksana.Konselor sangat berperan dalam situasi puncak proses konseling ini.
6.Peka terhadap rahasia pribadi. Dalam segala hal konselor harus dapat menunjukkan sikapjujur dan wajar sehingga ia dapat dipercaya oleh konseli dan konseli berani membuka diriterhadap konselor. Jika pada suatu saat seorang konseli mengetahui bahwa konselornyamenipunya dengan cara yang halus, konseli dapat langsung menunjukkan sikap kurangmempercayai dan menutup diri yang menghilangkan sikap baik antara dirinya dankonselornya. Konseli sangat peka terhadap kejujuran konselor, sebab konseli telah beranimengambil risiko dengan membuka diri dan khususnya rahasia hidup pribadinya.
7.Komunikasi. Komunikasi merupakan kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh setiapkonselor. Dalam komunikasi konselor dapat mengekspresikan kembali pernyataan-pernyataan konseli secara tepat. Menjawab atau memantulkan kembali pernyataankonseli dalam bentuk perasaan dan kata-kata serta tingkah laku konselor. Konselor harusdapat memantulkan perasaan konseli dan pemantulan ini dapat ditangkap serta dimengertioleh konseli sebagai pernyataan yang penuh penerimaan dan pengertian. Dalam koselingtidak terdapat resep tertentu mengenai komunikasi yang dapat dipakai oleh setiapkonselor pada setiap konseling.
Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok pada hakekatnya adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya (Winkel, 2004)
Menurut Kartini Kartono (2002) penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis.
Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus. Konseling kelompok merupakan wahana untuk menambah penerimaan diri dan orang lain, menemukan alternatif cara penyelesaian masalah dan mengambil keputusan yang tepat dari konflik yang dialamimya dan untuk meningkatkan tujuan diri, otonomi dan rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian konseling kelompok memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan penyesuaian diri, apalagi masalah penyesuaian diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh siswa sehingga untukmengefisiensikan waktu konseling kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual.
-> Konseling Kelompok <-
Layanan konseling kelompok pada hakekatnya adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan diri.
Pendekatan ini menitik beratkan pada interaksi antar anggota, anggota dengan pemimipin kelompok dan sebaliknya. Interaksi ini selain berusaha bersama untuk dapat memecahkan masalah juga anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperlihatkan perhatian dengan sungguh-sungguh terhadap anggota lain.
Kesempatan memberi dan menerima dalam kelompok akan menimbulkan rasa saling menolong, menerima, dan berempathi dengan tulus. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antar anggota, sehingga mereka akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka.
Dalam konseling kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok para anggota kelompok dapat mengembangkan diri dan memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya. Arah pengembangan diri yang dimaksud terutama adalah dikembangkannya kemampuankemampuian sosial secara umum yang selayaknya dikuasai oleh individu individu yang berkepribadian mantap. Keterampilan berkomunikasi secara efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan menerima, toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokrtis, memiliki rasa tanggung jawab sosial seiring dengan kemandirian yang kuat merupakan arah pengembang pribadi yang dapat dijangkau melalui diaktifkannya dinamika kelompok itu.
Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kepada anggota kelompok berinteraksi antar pribadi yang khas, yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individual. Interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama pelaksanaan layanan, diharapkan tujuantujuan layanan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan individu anggota kelompok dapat tercapai secara mantap. Pada kegiatan konseling kelompok setiap individu mendapatkan kesempatan untuk menggali tiap masalah yang dialami anggota. Kelompok dapat juga dipakai untuk belajar mengekspresikan perasaan, menunjukan perhatian terhadap orang lain, dan berbagi pengalaman.
Pendekatan interaksional merupakan pendekatan yang digunakan dalam layanan konseling kelompok. Pendekatan ini menitikberatkan pada interaksi antar anggota, anggota dengan pemimipin kelompok dan sebaliknya. Interaksi ini selain berusaha bersama untuk dapat memecahkan masalah juga anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperlihatkan perhatian dengan sungguh-sungguh terhadap anggota lain.
Kesempatan memberi dan menerima dalam kelompok akan menimbulkan rasa saling menolong, menerima, dan berempathi dengan tulus. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antar anggota, sehingga mereka akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka.
Sabtu, 23 April 2011
Proses Layanan Konseling Individual
Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.
Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta
didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih.
Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan
bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih
dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan,
namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena
itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik
konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap
perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
•Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci
keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas
bimbingan dan konseling, terutama asaskerahasiaan,kesukarelaan,keterbukaan;
dankeg iatan.
•Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
•Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu
dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif
yang sesuai bagi antisipasi masalah.
•Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien,
berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan
oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas
antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling,
yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan
konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah
memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
•Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah
dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap
masalah yang sedang dialaminya.
•Konselor melakukanreassess ment (penilaian kembali), bersama-sama klien
meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
•Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
•Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, sertamenampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
•Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang
bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar
peduli terhadap klien.
•Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun
pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
•Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
•Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang
telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
•Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
•Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2)
perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman
baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa
yang akan datang dengan program yang jelas.
Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta
didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih.
Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan
bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih
dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan,
namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena
itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik
konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap
perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
•Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci
keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas
bimbingan dan konseling, terutama asaskerahasiaan,kesukarelaan,keterbukaan;
dankeg iatan.
•Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
•Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu
dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif
yang sesuai bagi antisipasi masalah.
•Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien,
berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan
oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas
antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling,
yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan
konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah
memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
•Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah
dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap
masalah yang sedang dialaminya.
•Konselor melakukanreassess ment (penilaian kembali), bersama-sama klien
meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
•Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
•Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, sertamenampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
•Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang
bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar
peduli terhadap klien.
•Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun
pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
•Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
•Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang
telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
•Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
•Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2)
perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman
baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa
yang akan datang dengan program yang jelas.
KONSELING SEBAGAI SATU PENGALAMAN BARU
Interaksi antar konselor dan konseli merupakan suatu kondisi yang membuat konseli (klien) erbantu dalam mencapai perubahan yang baik. Nelson, mengemukakan ada empat alasan bahwa konseling merupakan proses psikologi, yaitu :
1. Dilihat dari tujuannya, tujuan konseling itu adalah berupa pertanyaan yang menggambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri klien.
2. Dilihat dari prosesnya, seluruh konseling merupakan proses kegiatan yang bersifat psikologis.
3. Dilihat dari teori atau konsep, konseling bertolak dari teori-teori atau konsep-konsep psikologi.
4. Dilihat dari riset, hampir seluruh penelitian dalam bidang konseling mempunyai singgungan dengan penelitian dalam bidang psikologi.
Ada enam macam pengalaman baru yang dapat diperoleh klien dalam proses konseling, yaitu :
1) MENGENAL KONFLIK-KONFLIK INTERNAL
Konseling membantu orang untuk mengenal bahwa masalah-masalah yang dialaminya sesungguhnya bersumber dari konflik-konflik yang ada dalam dirinya dan bukan karena situasi di luar dirinya.
Ada tiga macam faktor-faktor internal yang menyebabkan konflik diri individu, yaitu :
a) Penilaian negatiterhadap dirinya
Bila seseorang dihinggapi perasaan negatif terhadap dirinya, baik secara sadar maupun tidak, maka mereka lebih mudah terkena ancama atau gangguan dalam interaksi dengan lingkungannya.
b) Keharusan psikologis
Adalah pikiran dan perasaan yang secara mutlak “mengharuskan” seseorang berbuat utnuk menunjang perjalanan hidupnya. Keharusannya itu sering kali menekan dirinya, yang kemudian dapat menimbulkan berbagai masalah.
c) Konflik kebutuhan-kebutuhan
Manusia tidak memiliki satu kebutuhan tunggal dalam kehidupannya, melainkan mengahadapi sejumlah kepuasan yang harus dipenuhi. Kebutuhan inilah yang membuat pertentangan-pertentangan dalam diri seseorang.
2) MENGHADAPI REALITAS
Banyak orang menghadapi berbagai masalah dalam dirinya karena kurang mampunya menghadapi realitas. Proses konseling dapat emmbantu seseorang untuk memperoleh suatu pengalam yang sedemikian rupa sehingga mereka memiliki suatu pemahaman yang lebih baik tentang realitas dan mampu menghadapinya secara efektif. Ada tiga hal yang membuat orang kurang mampu menghadapi realitas :
a) Menghindar
Banyak orang tidak mampu menghadapi realitas yang ada, karena mereka menghindar dari realitas yang ada.
b) Generalisasi berlebihan
Jadi kondisi ini meyakinkan seseorang jika memiliki kemampuan di segala bidang, padahal dalam dia menonjol dlalam satu bidang saja. Ketidak mampuan menghadapi generalisasi yang inilha membuat sesorang tidak bisa menerima realitas yang ada.
c) Menyalahkan
sikap menyalahkan merupakan salah satu bentuk bahwa seseorang tidak mampu menghadapi realitas yang ada.
3) MENGEMBANGKAN TILIKAN
Konseling merupakan pengalaman yang dapat membawa orang untuk menemukan siapa dia seseungguhny dan hidup sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Dalam kaitan dengan konseling, ada tiga hal yang berkenaan dengan masalah kurangnnya tilikan.
a) Kesan Palsu
Banyak orang memahami realitas dirinya, tetapi kurang keberanian untuk menyatakan diri yang sebenarnya. Dia selalu menampilkan gambaran atau kesan yang berbeda dengan keadaan dirinya yang sebenarnya.
b) Saringan (Filter) Psikologi
Saringan psikologi adalah suatu kessan yang telah lama melekat dalam diri sesorang sehingga menghalangi penampilan keadaan diri yang sebenarnya.
c) Kebingungan
Banyak orang yang bingung terhadap dirinya sendiri disebabkan oleh berbagai hal. Prosese konseling akan sangat membantu menemukan jati diri orang tersebut.
4) MEMULAI HUBUNGAN YANG BARU
Konseling memberikan peluang kepada orang untuk memperoleh suatu jenis hubungan yang baru yang mungkin belum pernah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa kualitas hubungankonseling yang tidak dapat dijumpai dalam hubungan lain, seperti :
Ø Ketulusan konselor dalam melakukan hubungan yang bersifat membantu.
Ø Pemahaman yang diberikan konselor kepada klien, membuat klien merasa diterima.
Ø Ketulusan orang, akan diperoleh melalui interaksi dengan konselor yang tulus.
Ø Resiko yangtimbul dari hubungan dengan konselor, tidak bersifat merusak.
Ø Respon-respon baru, akan diperoleh melalui serangkaian interaksi dalam hubungan yang bersifat membantu.
5) MENINGKATNYA KEBEBASAN PSIKOLOGI
Banyak orang mengalami kesulitan dan masalah karena dalam dirinya terdapat kekurangan-bebasan dalam menyatakan hal-hal yang bersifat psikologis. Beberapa kebeasan psikologis yang dapat dikembangkan melalui konseling, antara lain :
· Kebebasan untuk mengakui ketidaksempurnaan diri sendiri.
· Kebebasan untuk mempertanggungjawabkan prilaku sendiri.
· Kebebasan untuk mengecewakan orang lain
· Kebebasan untuk menyatakan perasaan.
6) MEMPERBAIKI KONSEPSI-KONSEPSI YANG KELIRU
Ada beberapa konsepsi-konsepsi keliru yang banyak dibawa orang kedalam konseling, yaitu :
· Konsepsi bahwa adanya masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan.
· Kosnepsi bahwa janji-janji tidak dapat dibatalkan, dan harus ditepati secara pasti.
· Konsepsi bahwa apa masalah yang dihadapi adalah korban dari situasi atau orang yang bersifat merusak
· Konsepsi bahwa apa persepsi dan intersepsi selamanya sesuai.
· Konsepsi bahwa orang tahu persis apa yang dilakukannya.
Selasa, 19 April 2011
TEKNIK KONSELING
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :
A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
1. Meningkatkan harga diri klien.
2. Menciptakan suasana yang aman
3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
- Kepala : melakukan anggukan jika setuju
- Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
- Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
- Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
- Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik :
- Kepala : kaku
- Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
- Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
- Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
- Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
Terdapat dua macam empati, yaitu :
- Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
- Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
- Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”
- Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
- Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…”
D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
- Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
- Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
- Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”
E. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”
F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”
G. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”
H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor: ” lalu…”
I. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.
J. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
K. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
Sumber :
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Sugiharto.(2005. Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG
TEKNIK KONSELING
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :
A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
1. Meningkatkan harga diri klien.
2. Menciptakan suasana yang aman
3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
- Kepala : melakukan anggukan jika setuju
- Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
- Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
- Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
- Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik :
- Kepala : kaku
- Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
- Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
- Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
- Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
Terdapat dua macam empati, yaitu :
- Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
- Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
- Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”
- Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
- Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…”
D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
- Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
- Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
- Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”
E. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”
F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”
G. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”
H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor: ” lalu…”
I. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.
J. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
K. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
Sumber :
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Sugiharto.(2005. Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG
Teknik Khusus Konseling
Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :
1. Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
2. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
3. Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
4. Pembentukan Perilaku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
5. Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
• Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.
• Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
• Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
• Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
• Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
6. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
7. Bermain Proyeksi
Proyeksi yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
8. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
9. Bertahan dengan Perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
10. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
11. Adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
12. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
13. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
PERLUNYA BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH MENENGAH
A. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak,yaitu kemampuan dan kecakapan membaca,menulis dan berhitung,pengetahuan umum serta perkembangan kepribadian,yaitu sikap terbuka terhadap orang lain,penuh inisiatif,kreatifitas,dan kepemimpinan,ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi anak.
Bimbingan itu sendiri dapat diartikan suatu bagian integral dalam keseluruhan program pendidikan yang mempunyai fungsi positif,bukan hanya suatu kekuatan kolektif.proses yang terpenting dalam pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru,mengembangkan kemampuan anak untuk memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang.
Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh anak,tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan,minat dan kemampuan yang harus berkembang.
1. tindakan preventif di sekolah dasar
Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan karena:
a. kepribadian anak masih luwes,belum menemukan banyak masalh hidup,mudah terbentuk dan masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah melai8nkan pandangan bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik,sehingga setiap anak di sekolah dapat terdorong semangat blejarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.
2. kesiapan disekolah dasar
Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukan bahwa hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat,untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.
B. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah menengah dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.
sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak,yaitu kemampuan dan kecakapan membaca,menulis dan berhitung,pengetahuan umum serta perkembangan kepribadian,yaitu sikap terbuka terhadap orang lain,penuh inisiatif,kreatifitas,dan kepemimpinan,ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi anak.
Bimbingan itu sendiri dapat diartikan suatu bagian integral dalam keseluruhan program pendidikan yang mempunyai fungsi positif,bukan hanya suatu kekuatan kolektif.proses yang terpenting dalam pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru,mengembangkan kemampuan anak untuk memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang.
Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh anak,tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan,minat dan kemampuan yang harus berkembang.
1. tindakan preventif di sekolah dasar
Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan karena:
a. kepribadian anak masih luwes,belum menemukan banyak masalh hidup,mudah terbentuk dan masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah melai8nkan pandangan bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik,sehingga setiap anak di sekolah dapat terdorong semangat blejarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.
2. kesiapan disekolah dasar
Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukan bahwa hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat,untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.
B. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah menengah dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.
Jumat, 15 April 2011
Bahaya dan Akibat Buruk ZINA
ZINA merupakan kejahatan yang sangat besar yang memberi kesan amat buruk kepada penzina itu sendiri, khususnya dan kepada seluruh umat amnya. Di zaman sekarang di mana banyaknya saluran dan media yang berusaha menyeret kearah perbuatan keji ini, maka amat perlu untuk setiap orang mengetahui bahaya dan akibat buruk yang timbul dari dosa zina. Kita semua hendaklah lebih berhati-hati dan berwaspada agar tidak terjerumus, hatta, walaupun hanya mendekatinya.
Di antara akibat buruk dan bahaya tersebut adalah :
Demikianlah besarnya bahaya dosa zina, sehingga Ibnul Qayyim, ketika mengulas tentang hukuman bagi penzina, berkata: “Allah telah mengkhususkan hadd (hukuman) bagi pelaku zina dengan tiga kekhususan iaitu:
Orang yang berzina dengan banyak pasangan lebih besar dosanya daripada yang berzina hanya dengan satu orang, demikian juga orang yang melakukanya berkali-kali dosanya lebih besar daripada yang melakukannya hanya sekali.
Bertaubat ini bukan khusus hanya kepada penzina, bahkan kepada sesiapa sahaja yang menunjukkan jalan untuk terjadinya zina, membantu dan memberi peluang kepada pelakunya dan siapa saja yang ikut terlibat di dalamnya. Hendaknya mereka semua segera kembali dan bertaubat dengan sungguh-sungguh, menyesali apa yang pernah dilakukannya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak kembali melakukannya. Dan yang paling penting adalah memutuskan hubungun dengan siapa sahaja dan apa sahaja yang boleh menarik ke arah perbuatan keji tersebut. Dengan demikian diharapkan Allah akan menerima taubat itu dan mengampuni segala dosa yang pernah dilakukan, dan ingatlah, tidak ada istilah ‘putus asa’ dalam mencari rahmat Allah.
Allah berfirman, mafhumnya:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. 25:68-70)
Disaring dari risalah Daarul Wathan judul Min mafasid az-zina, karya Muhammad bin Ibrahim al Hamd.
Di antara akibat buruk dan bahaya tersebut adalah :
- Dalam zina terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan yakni berkurangnya agama si penzina, hilangnya sikap wara’ (menjaga diri dari dosa), buruk keperibadian dan hilangnya rasa cemburu.
- Zina membunuh rasa malu, padahal dalam Islam malu merupakan suatu hal yang amat diambil berat dan perhiasan yang sangat indah khasnya bagi wanita.
- Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.
- Membuat hati menjadi gelap dan mematikan sinarnya.
- Menjadikan pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian sehingga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
- Akan menghilangkan kehormatan pelakunya dan jatuh martabatnya baik di hadapan Allah mahupun sesama manusia.
- Allah akan mencampakkan sifat liar di hati penzina, sehingga pandangan matanya liar dan tidak terkawal.
- Pezina akan dipandang oleh manusia dengan pandangan mual dan tidak percaya.
- Zina mengeluarkan bau busuk yang mampu dihidu oleh orang-orang yang memiliki ‘qalbun salim’ (hati yang bersih) melalui mulut atau badannya.
- Kesempitan hati dan dada selalu meliputi para pezina. Apa yang ia dapati dalam kehidupan ini adalah sebalik dari apa yang diingininya. Ini adalah kerana, orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara bermaksiat kepada Allah maka Allah akan memberikan yang sebaliknya dari apa yang dia inginkan, dan Allah tidak menjadikan maksiat sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
- Penzina telah mengharamkan dirinya untuk mendapat bidadari yang jelita di syurga kelak.
- Perzinaan menyeret kepada terputusnya hubungan silaturrahim, derhaka kepada orang tua, pekerjaan haram, berbuat zalim, serta menyia-nyiakan keluarga dan keturunan. Bahkan boleh membawa kepada pertumpahan darah dan sihir serta dosa-dosa besar yang lain. Zina biasanya berkait dengan dosa dan maksiat yang lain sebelum atau bila berlakunya dan selepas itu biasanya akan melahirkan kemaksiatan yang lain pula.
- Zina menghilangkan harga diri pelakunya dan merosakkan masa depannya di samping meninggalkan aib yang berpanjangan bukan sahaja kepada pelakunya malah kepada seluruh keluarganya.
- Aib yang dicontengkan kepada pelaku zina lebih membekas dan mendalam daripada asakan akidah kafir, misalnya, kerana orang kafir yang memeluk Islam selesailah persoalannya, namun dosa zina akan benar-benar membekas dalam jiwa kerana walaupun akhirnya pelaku zina itu bertaubat dan membersihkan diri dia akan masih merasa berbeza dengan orang yang tidak pernah melakukannya.
- Jika wanita yang berzina hamil dan untuk menutupi aibnya ia mengugurkan kandungannya itu maka dia telah berzina dan juga telah membunuh jiwa yang tidak berdosa . Jika dia ialah seorang wanita yang telah bersuami dan melakukan kecurangan sehingga hamil dan membiarkan anak itu lahir maka dia telah memasukkan orang asing dalam keluarganya dan keluarga suaminya sehingga anak itu mendapat hak warisan mereka tanpa disedari siapa dia sebenarnya. Amat mengerikan, naudzubillah min dzalik.
- Perzinaan akan melahirkan generasi individu-individu yang tidak ada asal keturunan (nasab). Di mata masyarakat mereka tidak memiliki status sosial yang jelas.
- Pezina laki-laki bererti telah menodai kesucian dan kehormatan wanita.
- Zina dapat menyemai permusuhan dan menyalakan api dendam antara keluarga wanita dengan lelaki yang telah berzina dengannya.
- Perzinaan sangat mempengaruhi jiwa kaum keluarganya di mana mereka akan merasa jatuh martabat di mata masyarakat, sehingga kadang-kadang menyebabkan mereka tidak berani untuk mengangkat muka di hadapan orang lain.
- Perzinaan menyebabkan menularnya penyakit-penyakit berbahaya seperti aids, siphilis, dan gonorhea atau kencing bernanah.
- Perzinaan menjadikan sebab hancurnya suatu masyarakat yakni mereka semua akan dimusnahkan oleh Allah akibat dosa zina yang tersebar dan yang dilakukan secara terang-terangan.
Demikianlah besarnya bahaya dosa zina, sehingga Ibnul Qayyim, ketika mengulas tentang hukuman bagi penzina, berkata: “Allah telah mengkhususkan hadd (hukuman) bagi pelaku zina dengan tiga kekhususan iaitu:
- Pertama, hukuman mati secara hina (rejam) bagi pezina kemudian diringankan (bagi yang belum nikah) dengan dua jenis hukuman, hukuman fizikal yakni dirotan seratus kali dan hukuman mental dengan diasingkan selama satu tahun.
- Kedua, Allah secara khusus menyebutkan larangan merasa kasihan terhadap penzina. Umumnya sifat kasihan adalah diharuskankan bahkan Allah itu Maha Pengasih namun rasa kasihan ini tidak boleh sehingga menghalang dari menjalankan syariat Allah. Hal ini ditekankan kerana orang biasanya lebih kasihan kepada penzina daripada pencuri, perompak, pemabuk dan sebagainya. Di samping itu penzinaan boleh dilakukan oleh siapa sahaja termasuk orang kelas atasan yang mempunyai kedudukan tinggi yang menyebabkan orang yang menjalankan hukuman merasa enggan dan kasihan untuk menjalankan hukuman.
- Ketiga, Allah memerintahkan agar pelaksanaan hukuman zina disaksikan oleh orang-orang mukmin dengan maksud menjadi pengajaran dan memberikan kesan positif bagi kebaikan umat.
Orang yang berzina dengan banyak pasangan lebih besar dosanya daripada yang berzina hanya dengan satu orang, demikian juga orang yang melakukanya berkali-kali dosanya lebih besar daripada yang melakukannya hanya sekali.
- Penzina yang berani melakukan maksiat ini dengan terang-terangan lebih buruk daripada mereka yang melakukannya secara sembunyi-sembunyi.
- Berzina dengan wanita yang bersuami lebih besar dosanya daripada dengan wanita yang tidak bersuami kerana adanya unsur perbuatan zalim (terhadap suami wanita), boleh menyalakan api permusuhan dan merosak keutuhan rumah tangganya.
- Berzina dengan jiran lebih besar dosanya daripada orang yang jauh rumahnya.
- Berzina dengan wanita yang sedang ditinggalkan suami kerana perang (jihad) lebih besar dosanya daripada dengan wanita lain.
- Berzina dengan wanita yang ada pertalian darah atau mahram lebih jahat dan hina daripada dengan yang tidak ada hubungan mahram.
- Ditinjau dari segi waktu maka berzina di bulan Ramadhan, baik siangnya ataupun malamnya, lebih besar dosanya daripada waktu-waktu lain.
- Kemudian dari segi tempat dilakukannya, maka berzina di tempat-tempat suci dan mulia lebih besar dosanya deripada tempat yang lain.
- Pezina muhson (yang sudah bersuami atau beristeri) lebih hina daripada gadis atau jejaka, orang tua lebih buruk daripada pemuda, orang alim lebih buruk daripada yang jahil dan orang yang berkemampuan (terutama dari segi ekonomi) lebih buruk deripada orang fakir atau lemah.
Bertaubat ini bukan khusus hanya kepada penzina, bahkan kepada sesiapa sahaja yang menunjukkan jalan untuk terjadinya zina, membantu dan memberi peluang kepada pelakunya dan siapa saja yang ikut terlibat di dalamnya. Hendaknya mereka semua segera kembali dan bertaubat dengan sungguh-sungguh, menyesali apa yang pernah dilakukannya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak kembali melakukannya. Dan yang paling penting adalah memutuskan hubungun dengan siapa sahaja dan apa sahaja yang boleh menarik ke arah perbuatan keji tersebut. Dengan demikian diharapkan Allah akan menerima taubat itu dan mengampuni segala dosa yang pernah dilakukan, dan ingatlah, tidak ada istilah ‘putus asa’ dalam mencari rahmat Allah.
Allah berfirman, mafhumnya:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. 25:68-70)
Disaring dari risalah Daarul Wathan judul Min mafasid az-zina, karya Muhammad bin Ibrahim al Hamd.
Langganan:
Postingan (Atom)