Metode Pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut:
Metode adalah cara yang digunakan oleh guru/peserta didik dalam mengolah
informasi yang berupa fakta, data, dan konsep pada proses pembelajaran
yang mungkin terjadi dalam suatu strategi.
Dengan demikian dalam proses pembelajaran terdapat hubungan yang erat antara strategi dan metode.
Untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, diperlukan strategi
pembelajaran yang tepat. Pada saat menetapkan strategi yang digunakan,
guru harus cermat memilih dan menetapkan metode yang sesuai.
Selasa, 18 Oktober 2011
Macam-Macam metode pembelajaran
Metode adalah cara yang digunakan oleh guru
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Metode ceramah.
Dalam metode ceramah proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru umumnya didominasi dengan cara ceramah.
Dalam pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (TIK), ada beberapa motode yang umum digunakan, diantaranya adalah :
http://umum.kompasiana.com/2009/06/08/macam-macam-metode-pembelajaran/
Metode ceramah.
Dalam metode ceramah proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru umumnya didominasi dengan cara ceramah.
Dalam pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (TIK), ada beberapa motode yang umum digunakan, diantaranya adalah :
a. Metode Tanya jawab
Metode
tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan
mengahasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami
materi tersebut. Metoda Tanya Jawab akan menjadi efektif bila materi
yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai
aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi
pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.
b. Metode Diskusi
Metode
diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian
materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi
yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang
keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan
menghasilkan suatu pemecahan masalah.
Jika
metoda ini dikelola dengan baik, antusiasme siswa untuk terlibat dalam
forum ini sangat tinggi. Tata caranya adalah sebagai berikut: harus ada
pimpinan diskusi, topik yang menjadi bahan diskusi harus jelas dan
menarik, peserta diskusi dapat menerima dan memberi, dan suasana diskusi
tanpa tekanan.
c. Metode Pemberian Tugas
Metode
pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui
penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat
secara individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.
Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka: 1) tugas harus bisa dikerjakan oleh siswa
atau kelompok siswa, 2) hasil dari kegiatan ini dapat ditindaklanjuti
dengan presentasi oleh siswa dari satu kelompok dan ditanggapi oleh
siswa dari kelompok yang lain atau oleh guru yang bersangkutan, serta 3)
di akhir kegiatan ada kesimpulan yang didapat.
d. Metode Eksperimen
Metode
eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa
melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri
suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk
mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses,
mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan
sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Di dalam TIK, percobaan
banyak dilakukan pada pendekatan pembelajaran analisis sistem terhadap produk teknik atau bahan.
Percobaan
dapat dilakukan melalui kegiatan individual atau kelompok. Hal ini
tergantung dari tujuan dan makna percobaan atau jumlah alat
yang tersedia. Percobaan ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, bila
alat yang tersedia hanya satu atau dua perangkat saja.
e. Metode Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan
atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau
cara kerja suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi
dapat dilakukan dengan menunjukkan benda baik yang sebenarnya, model,
maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan.
Demonstrasi
akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya
dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang
alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang
oleh siswa.
f. Metode Tutorial/Bimbingan
Metode tutorial adalah suatu proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan melalui proses bimbingan yang
diberikan/dilakukan oleh guru kepada siswa baik secara perorangan atau
kelompok kecil siswa. Disamping metoda yang lain, dalam pembelajaran
Pendidikan Teknologi Dasar, metoda ini banyak sekali digunakan,
khususnya pada saat siswa sudah terlibat dalam kerja kelompok.
Peran
guru sebagi fasilitator, moderator, motivator dan pembimbing sangat
dibutuhkan oleh siswa untuk mendampingi mereka membahas dan
menyelesaikan tugas-tugasnya
Penyelenggaraan metoda tutorial dapat dilakukan seperti contoh berikut ini:
- Misalkan
sebuah kelas dalam bahan ajar Pengerjaan Kayu 2, jam pelajaran pertama
digunakan dalam bentuk kegiatan klasikal untuk menjelaskan secara umum
tentang teori dan prinsip.
- Kemudian
para siswa dibagi menjadi empat kelompok untuk membahas pokok bahasan
yang berbeda, selanjutnya dilakukan rotasi antar kelompok.
- Sementara para siswa mempelajari maupun
mengerjakan tugas-tugas, guru berkeliling diantara para siswa,
mendengar, menjelaskan teori, dan membimbing mereka untuk memecahkan
problemanya.
- Dengan bantuan guru, para siswa memperoleh kebiasaan tentang bagaimana mencari informasi yang diperlukan, belajar sendiri dan berfikir sendiri.
Perhatian guru dapat diberikan lebih intensif kepada siswa yang sedang mengoperasikan alat-alat yang belum biasa digunakan.http://umum.kompasiana.com/2009/06/08/macam-macam-metode-pembelajaran/
Selasa, 13 September 2011
Teori dan Konsep Kurikulum
TEORI KURIKULUM
Salah satu sub teori dari teori pendidikan adalah teori kurikulum. Bekembangnya teori kurikulum ikut andil menjadikan teori pendidikan semakin besar dan pesat. Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori yang memayunginya dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Salah satu sub teori dari teori pendidikan adalah teori kurikulum. Bekembangnya teori kurikulum ikut andil menjadikan teori pendidikan semakin besar dan pesat. Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori yang memayunginya dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Teori-Teori
IPS
|
Teori-Teori
Pengajaran
|
Teori-Teori
Bimb & Kons
|
Teori-Teori
Kurikulum
|
Teori-Teori
Evaluasi
|
Teori-Teori
Administrasi
|
Teori-Teori Ilmu Pendidikan
|
Teori-Teori
Desain Kurikulum
|
Teori-Teori
Rekayasa Kurikulum
|
Teori
kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna
terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya
penegasan hubungan antara unsure-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep
terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum
adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum
sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu
kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi
murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang
berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar,
jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun
kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu
kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu
kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan,
bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari
sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap
dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu
bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum
dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang
studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan
penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat
tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum.
Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai
sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan
teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan
Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya
Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli
kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum.
Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau
pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum.
Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi
kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar
pengembangan kurikulum.
Menurut
Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia.
Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk
oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan
kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam
kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun
jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi
tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal
itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan
beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian
teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya
setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam
pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan
lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah
berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk
mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan
dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan
lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan
orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum
secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori
kurikulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang
diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters)
kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat
perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan
kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa
belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan
teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam
peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara
bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is
mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau
pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan
kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya,
Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam
menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan
kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan,
memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai
hasil, dan sebagainya.
pada
tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama
tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga
tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat
pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh
para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional
perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua
makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp
menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori
dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual
berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal
yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan
istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan
klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif
untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai
prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena
kurikulum.
Dalam
makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam
pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada
tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1)
merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan
menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James
B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada
empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi
dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn.
Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar
yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum.
Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum
menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori
kurikulum.
Broudy,
Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu
skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses
mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-kawannya
dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp
merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai
dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai
bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain
kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan
teori.
Thomas
L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal
dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep
kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana
memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang
diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik
dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum.
Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsurunsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.
BAGAN 2.4 Skema persekolahan dari Broudy, Smith, dan Bunett. CURRICULUM
Content Categories of instruction Modes of Teaching
Facts Symbolic studies Situastion
Concept Basic Sciences Modes
Desriptive Developmental studies Operational
Principles Testhetics studies Modes
Students Learnings:
Cognitive maps
Evaluational maps
Attitudes and
values systems
Associative meanings
and images
Intellectual Operations
Excecutive Operations
Assessment system:
Examinations
Tests: Essay-Objective
Teacher Judgements
Self evaluation
Self inventory
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum (curriculum theory),
(2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan
(4) teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan
teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa
kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut
Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum
merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan
perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional
mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi
keadaan sekarang. Teori kurikulum praksiologi merupakan
suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum.
Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia,
tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang
cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz
Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan
kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum,
tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum
merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum
berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan
kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari
pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor
adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak
adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi
antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier
meliputi tiga I angkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada
beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori
kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan
kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam
pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.
Semua
rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan
sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang
lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik
kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya,
apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan?
Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana
kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup
kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus,
yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya
apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah
kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik
tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi
tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
1. Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari
kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hat yang menjadi
sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum
pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena
sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum
terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para
pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam
pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam
lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam
lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi
sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang
telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat,
perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber
lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau
pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan
memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipotensi yang
telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia
menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai
sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat
siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari
kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta
hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman
pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum
kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah
nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber
penentuan keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul dalam
kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di
sekolah? In! merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang
harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal
yang mewakill negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan
sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja
sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah,
kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada
perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
2. Desain dan Rekayasa Kurikulum
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain
kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses
belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan
pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari
kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya,
prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam
pelaksanaannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
Ø Pertama, ketentuan-ketentuan
tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman.
Ø Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa
kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di
sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar
kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah
terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada
tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang
Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan
menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat
pusat tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan
kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan
mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan
kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan melaksanakan
dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
(1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari
semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum,
Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori
kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
Disarikan dari berbagai sumber Oleh TAUFIQURRAHMAN NM
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
BAB I
HAKIKAT PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu:
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya, hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak: apakah anak dianggap sebagai orgenisme yan aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagao proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubanh perilaku anak.
4. Pandangan tentang lingkungan: apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi tentang peranan guru: apakah guru harus berperam sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap member bimbingan dan bantuan pada anak didik untuk belajar.
6. Evaluasi belajar: apakah mengukur keberhasilam ditentukan dengan tes atau nontes.
A. Rentangan Kegiatan (Range of Activity)
Pengembangan is kurikulum biasanya diawali dengan rancangan kebijakan kurikulum, rancangan bdang studi, program pembelajaran, unit pengajaran, dan rencana pembelajaran. Kebijakan kurikulum merupakan otoritas pemegang kebijakan pendidikan. Kebijakan kurikulum memuat tentang apa yang harus diajarkan dan berfungsi sebagai pedoman bagipara pengembang kurikulum lebih lanjut. Kebijakan kurikulum pada dasarnya merupakan keputusan yang ditentukan dari hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Menentukan kebijakan kurikulum harus dilaksanakan secara hati-hati, sebab akan memengaruhi berbagai kebijakan pendidikan lainnya. Misalnya, mengenai isi dari setiap disiplin ilmu yang perlu dikuasai oleh anak didik dalam jenjang tertentu, kebutuhan social macam apa yang harus dikuasai anak didik serta pengalaman belajar yang bagaimana yang harus dimiliki anak didik. Hal ini tentu saja didasari pada pengkajian yang komperensif.
Rancangan program studi meliputi kegiatan-kegiatan menentukan tujuan, urutan serta kedalaman materi dalam setiap bidang studi, misalnya rancangan bidang studi matematika, bahasa, IPA, dan lain sebagainya.
Rancangan program pengjaran adalah kegiatan merancang aktivitas belajar dalam setiap bidang studi untuk satu tahun, satu semester atau, satu caturwulan. Program pengajaran tersebut selanjutnya dijabarkan pada rencana pembelajaran, yang dirancang lebih khusus untuk jangka waktu tertentu. Bias jadi program yang lebih khusus itu adalah program pembelajaran untuk satu kali pertemuan dalam proses pembelajaran
B. Tujuan Kelembagaan (Institusional Purpose)
Tujuan kelembagaan sama artinya dengan visi dan misi sekolah. Pengembangan kurikulum selamanya harus sejalan dengan visi dan misi sekolah yang bersangkutan, karena kurikulum pada hakikatnya disusun untuk mencapai tujuan sekolah.
Setiap jenis sekolah akan memiliki visi dan misi yang berbeda. Jenis sekolah kejuruan, misalnya akan berbeda dengan sekolah umum. Sekolah kejuruan yang memiliki visi dan misi untuk memersiapkan anak didik memiliki keterampilan sesuai dengan lapangan pekerjaan tertentu, maka mengembangkan isi kurikulum akan lebih tepat dilakukan melalui analisis pekerjaan (job analysis), bukan melalui analisis disiplin ilmu. Sebaliknya, sekolah yang memiliki visi dan misi untuk mempersiapkan anak didik dapat mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, maka analisis disiplin ilmu, seperti pemahaman fakta, konsep teori dan sebagainya, akan lebih cocok dibandingkan dengan penentuan isi kurikulummelalui analisis tugas atau analisis pekerjaan. Dengan demikian, visi dan misi sekolah harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan isi kurikulum. Sehingga, pengalaman belajar yang dilakukan siswa di sekolah, akan menjamin pencapaian tujuan sekolah yang bersangkutan.
Pengembangan landasan kurikulum terdiri atas 3 sumber yakni:
1. Studi tentang hakikat dan nilai pengetahuan (studies of nature and vakue of knowledge) sebagai aspek filosofis.
2. Studi tentang kehidupan (studies of life) sebagai aspek social-bidaya.
3. Studi tentang siswa dan teori-teori belajar (studies of learners and learning theory) sebagai aspek psikologi.
Gambar Peran landasan Kurikulum
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa peran landasan dalam pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Pengembang kurikulum pertama kali harus memiliki pandangan yang jelas tentang hakikat ilmu pengetahuan dan hakikat nilai (sebagai landasan filosofis).
2. Pandangan folisofis tersebut kemudian disusun dalam konteks pemahaman pengembang kurikulum tentang masyarakat dan kebudayaannya serta kebutuhuan masyarakat pada masa yang akan dating (landasan sosiologis dan budaya).
3. Aspek psokologis yakni hakikat siswa dna bagaiman mereka belajar akan berkontribusi dalam membangun suatu kurikulum (landasan psikologis).
4. Secara keseluruhan ketiga landasan tersebut akan menjadi sumber bagi pengembang dalam menentukan keputusan tentang kurikulum yang akan disusun.
5. Berdasarkan keputusan, selanjutnya para pengembang dapat menentukan keputusan tentang tugas-tugas kurikulum.
6. Ketika sumber-sumber menjadi landasan kurikulum dan konsep kurikulum telah menghasilkan isi kurikulum itu sendiri, maka selanjutnya kita dapat menentukan bagaimana hasil akhir kurikulum yang dibutuhkan.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Prinsip Relevansi.
Kurikulum merupakan rel-nya pendidikan untuk membawa siswa agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat serta membekali siswa baik dalam bidang pengetahuan, sikap maupun keterampilan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Oleh sebab itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disusun dalam kurikulum harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Inilah yang disebut dengan prinsip relevansi.
Ada dua macam relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi, atau pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau metodeyang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu kurikulum.
Ada 3 macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: Pertama, relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Kedua, relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun dengan yang akan datang. Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan. Artinya, bahwa apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenhi dunia kerja.
B. Prinsip Fleksibilitas
Apa yang diharapkan dalam kurikulum ideal kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada. Bias saja ketidaksesuaian itu ditunjukkan oleh kemampuan guru yang kurang, latar belakang atau kemampuan dasar siswa , yang rendah, atau mungkin sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bias dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit diterapkan.
Prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: Pertama, fleksibel bagi guru, yang artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengna kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
C. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa oerlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan.
D. Efektifitas
Prinsip efektifitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua siis efektifitas dalam suatu pengembangan kurikulum.
E. Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada tiga landasan pengembangan kurikulum, yakni landasan filosofil, psikologis, dan landasan sosiologis-teknologis. Ketiga landasan tersebut diuraikan di bawah ini.
A. Landasan Filosofi dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat berasal dari kata Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Sophia”. Philos, artinya cinta yang mendalam¸dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan.
Filsafat dan tujuan pendidikan
1. Autonomy. Gives individuals and group the maximum awareness, knowledge and ability so that they can manage their personal and collective life to the greates possible extent.
2. Equity. Enable all citizen to participate in cultural and economic life by coffering them an equal basic education.
3. Survival. Permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation, but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realizations of common destiny.
B. Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Secara psokologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologis perkembangan dan belajar anak.
a. Psikologi Anak
Salah satu hal yang perlu diketahui tentang anak, adalah masa-masa perkembangan mereka. Menurut Piaget, perkembangan intelektual setiap individu berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu. Yaitu 4 fase sebagai berikut:
1. Sensorimotor, baru lahir-2 tahun;
2. Praoperasional, 2-7 tahun;
3. Operasional konkret, 7-11 tahun; dan
4. Operasional formal, 11- 14 tahun ke atas.
b. Psikologi belajar
Perkembangan kurikulum tidak akan terlepas dari teori belajar. Sebaba, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. Banyak teori yang membahas tentang belajar sebagai proses perubahan perilaku. Namun, demikian, setiap teori itu berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia.
C. Landasan Sosiologis – Teknologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan tuntuan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini, sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfumngsi untuk mempersiapkan anak didik falam kehidupan masyarakat. Oleh Karena itu, kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran sangat penting. Landasan pengembangan kurikulum seperti sebuah pondasi bangunan. Persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaiman cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan system nilai dan keutuhan masyarakat.
B. Daftar Pustaka
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
HAKIKAT PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu:
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya, hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak: apakah anak dianggap sebagai orgenisme yan aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagao proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubanh perilaku anak.
4. Pandangan tentang lingkungan: apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi tentang peranan guru: apakah guru harus berperam sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap member bimbingan dan bantuan pada anak didik untuk belajar.
6. Evaluasi belajar: apakah mengukur keberhasilam ditentukan dengan tes atau nontes.
A. Rentangan Kegiatan (Range of Activity)
Pengembangan is kurikulum biasanya diawali dengan rancangan kebijakan kurikulum, rancangan bdang studi, program pembelajaran, unit pengajaran, dan rencana pembelajaran. Kebijakan kurikulum merupakan otoritas pemegang kebijakan pendidikan. Kebijakan kurikulum memuat tentang apa yang harus diajarkan dan berfungsi sebagai pedoman bagipara pengembang kurikulum lebih lanjut. Kebijakan kurikulum pada dasarnya merupakan keputusan yang ditentukan dari hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Menentukan kebijakan kurikulum harus dilaksanakan secara hati-hati, sebab akan memengaruhi berbagai kebijakan pendidikan lainnya. Misalnya, mengenai isi dari setiap disiplin ilmu yang perlu dikuasai oleh anak didik dalam jenjang tertentu, kebutuhan social macam apa yang harus dikuasai anak didik serta pengalaman belajar yang bagaimana yang harus dimiliki anak didik. Hal ini tentu saja didasari pada pengkajian yang komperensif.
Rancangan program studi meliputi kegiatan-kegiatan menentukan tujuan, urutan serta kedalaman materi dalam setiap bidang studi, misalnya rancangan bidang studi matematika, bahasa, IPA, dan lain sebagainya.
Rancangan program pengjaran adalah kegiatan merancang aktivitas belajar dalam setiap bidang studi untuk satu tahun, satu semester atau, satu caturwulan. Program pengajaran tersebut selanjutnya dijabarkan pada rencana pembelajaran, yang dirancang lebih khusus untuk jangka waktu tertentu. Bias jadi program yang lebih khusus itu adalah program pembelajaran untuk satu kali pertemuan dalam proses pembelajaran
B. Tujuan Kelembagaan (Institusional Purpose)
Tujuan kelembagaan sama artinya dengan visi dan misi sekolah. Pengembangan kurikulum selamanya harus sejalan dengan visi dan misi sekolah yang bersangkutan, karena kurikulum pada hakikatnya disusun untuk mencapai tujuan sekolah.
Setiap jenis sekolah akan memiliki visi dan misi yang berbeda. Jenis sekolah kejuruan, misalnya akan berbeda dengan sekolah umum. Sekolah kejuruan yang memiliki visi dan misi untuk memersiapkan anak didik memiliki keterampilan sesuai dengan lapangan pekerjaan tertentu, maka mengembangkan isi kurikulum akan lebih tepat dilakukan melalui analisis pekerjaan (job analysis), bukan melalui analisis disiplin ilmu. Sebaliknya, sekolah yang memiliki visi dan misi untuk mempersiapkan anak didik dapat mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, maka analisis disiplin ilmu, seperti pemahaman fakta, konsep teori dan sebagainya, akan lebih cocok dibandingkan dengan penentuan isi kurikulummelalui analisis tugas atau analisis pekerjaan. Dengan demikian, visi dan misi sekolah harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan isi kurikulum. Sehingga, pengalaman belajar yang dilakukan siswa di sekolah, akan menjamin pencapaian tujuan sekolah yang bersangkutan.
Pengembangan landasan kurikulum terdiri atas 3 sumber yakni:
1. Studi tentang hakikat dan nilai pengetahuan (studies of nature and vakue of knowledge) sebagai aspek filosofis.
2. Studi tentang kehidupan (studies of life) sebagai aspek social-bidaya.
3. Studi tentang siswa dan teori-teori belajar (studies of learners and learning theory) sebagai aspek psikologi.
Gambar Peran landasan Kurikulum
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa peran landasan dalam pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Pengembang kurikulum pertama kali harus memiliki pandangan yang jelas tentang hakikat ilmu pengetahuan dan hakikat nilai (sebagai landasan filosofis).
2. Pandangan folisofis tersebut kemudian disusun dalam konteks pemahaman pengembang kurikulum tentang masyarakat dan kebudayaannya serta kebutuhuan masyarakat pada masa yang akan dating (landasan sosiologis dan budaya).
3. Aspek psokologis yakni hakikat siswa dna bagaiman mereka belajar akan berkontribusi dalam membangun suatu kurikulum (landasan psikologis).
4. Secara keseluruhan ketiga landasan tersebut akan menjadi sumber bagi pengembang dalam menentukan keputusan tentang kurikulum yang akan disusun.
5. Berdasarkan keputusan, selanjutnya para pengembang dapat menentukan keputusan tentang tugas-tugas kurikulum.
6. Ketika sumber-sumber menjadi landasan kurikulum dan konsep kurikulum telah menghasilkan isi kurikulum itu sendiri, maka selanjutnya kita dapat menentukan bagaimana hasil akhir kurikulum yang dibutuhkan.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Prinsip Relevansi.
Kurikulum merupakan rel-nya pendidikan untuk membawa siswa agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat serta membekali siswa baik dalam bidang pengetahuan, sikap maupun keterampilan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Oleh sebab itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disusun dalam kurikulum harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Inilah yang disebut dengan prinsip relevansi.
Ada dua macam relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi, atau pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau metodeyang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu kurikulum.
Ada 3 macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: Pertama, relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Kedua, relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun dengan yang akan datang. Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan. Artinya, bahwa apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenhi dunia kerja.
B. Prinsip Fleksibilitas
Apa yang diharapkan dalam kurikulum ideal kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada. Bias saja ketidaksesuaian itu ditunjukkan oleh kemampuan guru yang kurang, latar belakang atau kemampuan dasar siswa , yang rendah, atau mungkin sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bias dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit diterapkan.
Prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: Pertama, fleksibel bagi guru, yang artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengna kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
C. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa oerlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan.
D. Efektifitas
Prinsip efektifitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua siis efektifitas dalam suatu pengembangan kurikulum.
E. Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada tiga landasan pengembangan kurikulum, yakni landasan filosofil, psikologis, dan landasan sosiologis-teknologis. Ketiga landasan tersebut diuraikan di bawah ini.
A. Landasan Filosofi dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat berasal dari kata Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Sophia”. Philos, artinya cinta yang mendalam¸dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan.
Filsafat dan tujuan pendidikan
1. Autonomy. Gives individuals and group the maximum awareness, knowledge and ability so that they can manage their personal and collective life to the greates possible extent.
2. Equity. Enable all citizen to participate in cultural and economic life by coffering them an equal basic education.
3. Survival. Permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation, but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realizations of common destiny.
B. Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Secara psokologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologis perkembangan dan belajar anak.
a. Psikologi Anak
Salah satu hal yang perlu diketahui tentang anak, adalah masa-masa perkembangan mereka. Menurut Piaget, perkembangan intelektual setiap individu berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu. Yaitu 4 fase sebagai berikut:
1. Sensorimotor, baru lahir-2 tahun;
2. Praoperasional, 2-7 tahun;
3. Operasional konkret, 7-11 tahun; dan
4. Operasional formal, 11- 14 tahun ke atas.
b. Psikologi belajar
Perkembangan kurikulum tidak akan terlepas dari teori belajar. Sebaba, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. Banyak teori yang membahas tentang belajar sebagai proses perubahan perilaku. Namun, demikian, setiap teori itu berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia.
C. Landasan Sosiologis – Teknologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan tuntuan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini, sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfumngsi untuk mempersiapkan anak didik falam kehidupan masyarakat. Oleh Karena itu, kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran sangat penting. Landasan pengembangan kurikulum seperti sebuah pondasi bangunan. Persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaiman cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan system nilai dan keutuhan masyarakat.
B. Daftar Pustaka
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Minggu, 19 Juni 2011
KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
1. Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan
a. Memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik), dan ilmiah.
b. Memahami dan menghayati hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat pendidikan, hakikat sekolah, hakikat guru, hakikat peserta didik dan hakikat proses belajar mengajar
c. Memahami aliran-aliran pendidikan
d. Menerapkan pendekatan sistem dalam sekolah
e. Memahami, menghayati, dan melaksanakan tujuan dan fungsi pendidikan nasional
f. Memahami kebijakan, perencanaan, dan program pendidikan nasional, propinsi, dan kabupaten/kota
g. Memahami kebijakan, perencanaan, dan program pendidikan di SLTP
2. Memahami Sekolah sebagai Sistem
a. Menggunakan sistem sebagai pegangan cara berfikir, cara mengelola dan cara menganalisis sekolah
b. Mengidentifikasi dan mengembangkan jenis-jenis input sekolah
c. Mengembangkan proses sekolah (proses belajar mengajar, pengkoordinasian, pengambilan keputusan, pemberdayaan, pemotivasian, pemantauan, pensupervisian, pengevaluasian dan pengakreditasian).
d. Meningkatkan output sekolah (kualitas, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan inovasi)
e. Memahami dan menghayati Standar Pelayanan Minimal (SPM)
f. Melaksanakan SPM secara tepat
g. Memahami lingkungan sekolah sebagai bagian dari sistem sekolah yang bersifat terbuka
3. Memahami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a. Memahami dan menghayati hakikat otonomi pendidikan
b. Memahami dan menghayati hakikat pendidikan berbasis masyarakat (community based education).
c. Memahami dan menghayati arti, tujuan dan karakteristik manajemen berbasis sekolah (school based management)
d. Memahami kewenangan sekolah dalam kerangka otonomi pendidikan
e. Memahami, menghayati, dan melaksanakan tahap-tahap implementasi manajemen berbasis sekolah
f. Mengevaluasi tingkat keberhasilan manajemen berbasis sekolah.
4. Merencanakan Pengembangan Sekolah
a. Mengidentifikasi dan menyusun profil sekolah
b. Mengembangkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah
c. Mengidentifikasi fungsi-fungsi (komponen-komponen) sekolah yang diperlukan untuk mencapai setiap sasaran sekolah
d. Melakukan analisis SWOT terhadap setiap fungsi dan faktor-faktornya
e. Mengidentifikasi dan memilih alternatif-alternatif pemecahan setiap persoalan
f. Menyusun rencana pengembangan sekolah
g. Menyusun program, yaitu mengalokasikan sumberdaya sekolah untuk merealisasikan rencana pengembangan sekolah
h. Menyusun langkah-langkah untuk merealisasikan rencana pengembangan sekolah
i. Membuat target pencapaian hasil untuk setiap program sesuai dengan waktu yang ditentukan (milestone)
5. Mengelola Kurikulum
a. Memfasilitasi sekolah untuk membentuk dan memberdayakan tim pengembang kurikulum
b. Memberdayakan tenaga kependidikan sekolah agar mampu menyediakan dokumen-dokumen kurikulum
c. Memfasilitasi guru untuk mengembangkan standar kompetensi setiap mata pelajaran
d. Memfasilitasi guru untuk menyusun silabus setiap mata pelajaran
e. Memfasilitasi guru untuk memilih buku sumber yang sesuai untuk setiap mata pelajaran
f. Mengarahkan tenaga kependidikan untuk menyusun rencana dan program pelaksanaan kurikulum
g. Membimbing guru dalam mengembangkan dan memperbaiki proses belajar mengajar
h. Mengarahkan tim pengembang kurikulum untuk mengupayakan kesesuaian kurikulum dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks), tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan peserta didik
i. Menggali dan memobilisasi sumberdaya pendidikan
j. Mengidentifikasi kebutuhan bagi pengembangan kurikulum lokal
k. Mengevaluasi pelaksanaan kurikulum
6. Mengelola Tenaga Kependidikan
a. Mengidentifikasi karakteristik tenaga kependidikan yang efektif
b. Merencanakan tenaga kependidikan sekolah (permintaan, persediaan, dan kesenjangan)
c. Merekrut, menyeleksi, menempatkan, dan mengorientasikan tenaga kependidikan baru
d. Mengembangkan profesionalisme tenaga kependidikan
e. Memanfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan
f. Menilai kinerja tenaga kependidikan
g. Mengembangkan sistem pengupahan, reward, dan punishment yang mampu menjamin kepastian dan keadilan
h. Melaksanakan dan mengembangkan sistem pembinaan karir
i. Memotivasi tenaga kependidikan
j. Membina hubungan kerja yang harmonis
k. Memelihara dokumentasi personel sekolah atau mengelola administrasi personel sekolah
l. Mengelola konflik
m. Melakukan analisis jabatan dan menyusun uraian jabatan tenaga kependidikan
n. Memiliki apresiasi, empati, dan simpati terhadap tenaga kependidikan
7. Mengelola Sarana dan Prasarana
a. Mengupayakan ketersediaan dan kesiapan sarana dan prasarana sekolah (laboratorium, perpustakaan, kelas, peralatan, perlengkapan, dsb.)
b. Mengelola program perawatan preventif, pemeliharaan, dan perbaikan sarana dan prasarana
c. Mengidentifikasi spesifikasi sarana dan prasarana sekolah
d. Merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
e. Mengelola pembelian/pengadaan sarana dan prasarana serta asuransinya
f. Mengelola administrasi sarana dan prasarana sekolah
g. Memonitor dan mengevaluasi sarana dan prasarana sekolah
8. Mengelola Kesiswaan
a. Mengelola penerimaan siswa baru
b. Mengelola pengembangan bakat, minat, kreativitas dan kemampuan siswa
c. Mengelola sistem bimbingan dan konseling yang sistematis
d. Memelihara disiplin siswa
e. Menyusun tata tertib sekolah
f. Mengupayakan kesiapan belajar siswa (fisik, mental)
g. Mengelola sistem pelaporan perkembangan siswa
h. Memberikan layanan penempatan siswa dan mengkoordinasikan studi lanjut
9. Mengelola Keuangan
a. Menyiapkan anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang berorientasi pada program pengembangan sekolah secara transparan
b. Menggali sumber dana dari pemerintah, masyarakat, orangtua siswa dan sumbangan lain yang tidak mengikat
c. Mengembangkan kegiatan sekolah yang berorientasi pada income generating activities
d. Mengelola akuntansi keuangan sekolah (cash in and cash out)
e. Membuat aplikasi dan proposal untuk mendapatkan dana dari penyandang dana
f. Melaksanakan sistem pelaporan penggunaan keuangan
10. Mengelola Hubungan Sekolah-Masyarakat
a. Memfasilitasi dan memberdayakan Dewan Sekolah/Komite Sekolah sebagai perwujudan pelibatan masyarakat terhadap pengembangan sekolah
b. Mencari dan mengelola dukungan dari masyarakat (dana, pemikiran, moral dan tenaga, dsb) bagi pengembangan sekolah
c. Menyusun rencana dan program pelibatan orangtua siswa dan masyarakat
d. Mempromosikan sekolah kepada masyarakat
e. Membina kerjasama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat
f. Membina hubungan yang harmonis dengan orangtua siswa
11. Mengelola Kelembagaan
a. Menyusun sistem administrasi sekolah
b. Mengembangkan kebijakan operasional sekolah
c. Mengembangkan pengaturan sekolah yang berkaitan dengan kualifikasi, spesifikasi, prosedur kerja, pedoman kerja, petunjuk kerja, dsb.
d. Melakukan analisis kelembagaan untuk menghasilkan struktur organisasi yang efisien dan efektif
e. Mengembangkan unit-unit organisasi sekolah atas dasar fungsi
12. Mengelola Sistem Informasi Sekolah
a. Mengembangkan prosedur dan mekanisme layanan sistem informasi, serta sistem pelaporan
b. Mengembangkan pangkalan data sekolah (data kesiswaan, keuangan, ketenagaan, fasilitas, dsb)
c. Mengelola hasil pangkalan data sekolah untuk merencanakan program pengembangan sekolah
d. Menyiapkan pelaporan secara sistematis, realistis dan logis
e. Mengembangkan SIM berbasis komputer
13. Memimpin Sekolah
a. Memahami teori-teori kepemimpinan
b. Memilih strategi yang tepat untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah
c. Memiliki power dan kesan positif untuk mempengaruhi bawahan dan orang lain
Langganan:
Postingan (Atom)