Salah satu sub teori dari teori pendidikan adalah teori kurikulum. Bekembangnya teori kurikulum ikut andil menjadikan teori pendidikan semakin besar dan pesat. Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori yang memayunginya dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Teori-Teori
IPS
|
Teori-Teori
Pengajaran
|
Teori-Teori
Bimb & Kons
|
Teori-Teori
Kurikulum
|
Teori-Teori
Evaluasi
|
Teori-Teori
Administrasi
|
Teori-Teori Ilmu Pendidikan
|
Teori-Teori
Desain Kurikulum
|
Teori-Teori
Rekayasa Kurikulum
|
Teori
kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna
terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya
penegasan hubungan antara unsure-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep
terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum
adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum
sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu
kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi
murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang
berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar,
jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun
kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu
kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu
kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan,
bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari
sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap
dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu
bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum
dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang
studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan
penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat
tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum.
Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai
sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan
teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan
Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya
Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli
kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum.
Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau
pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum.
Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi
kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar
pengembangan kurikulum.
Menurut
Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia.
Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk
oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan
kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam
kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun
jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi
tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal
itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan
beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian
teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya
setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam
pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan
lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah
berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk
mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan
dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan
lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan
orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum
secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori
kurikulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang
diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters)
kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat
perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan
kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa
belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan
teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam
peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara
bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is
mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau
pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan
kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya,
Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam
menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan
kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan,
memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai
hasil, dan sebagainya.
pada
tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama
tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga
tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat
pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh
para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional
perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua
makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp
menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori
dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual
berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal
yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan
istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan
klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif
untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai
prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena
kurikulum.
Dalam
makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam
pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada
tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1)
merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan
menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James
B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada
empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi
dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn.
Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar
yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum.
Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum
menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori
kurikulum.
Broudy,
Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu
skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses
mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-kawannya
dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp
merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai
dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai
bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain
kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan
teori.
Thomas
L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal
dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep
kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana
memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang
diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik
dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum.
Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsurunsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.
BAGAN 2.4 Skema persekolahan dari Broudy, Smith, dan Bunett. CURRICULUM
Content Categories of instruction Modes of Teaching
Facts Symbolic studies Situastion
Concept Basic Sciences Modes
Desriptive Developmental studies Operational
Principles Testhetics studies Modes
Students Learnings:
Cognitive maps
Evaluational maps
Attitudes and
values systems
Associative meanings
and images
Intellectual Operations
Excecutive Operations
Assessment system:
Examinations
Tests: Essay-Objective
Teacher Judgements
Self evaluation
Self inventory
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum (curriculum theory),
(2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan
(4) teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan
teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa
kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut
Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum
merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan
perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional
mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi
keadaan sekarang. Teori kurikulum praksiologi merupakan
suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum.
Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia,
tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang
cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz
Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan
kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum,
tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum
merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum
berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan
kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari
pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor
adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak
adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi
antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier
meliputi tiga I angkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada
beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori
kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan
kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam
pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.
Semua
rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan
sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang
lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik
kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya,
apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan?
Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana
kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup
kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus,
yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya
apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah
kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik
tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi
tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
1. Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari
kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hat yang menjadi
sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum
pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena
sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum
terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para
pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam
pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam
lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam
lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi
sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang
telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat,
perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber
lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau
pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan
memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipotensi yang
telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia
menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai
sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat
siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari
kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta
hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman
pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum
kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah
nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber
penentuan keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul dalam
kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di
sekolah? In! merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang
harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal
yang mewakill negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan
sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja
sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah,
kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada
perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
2. Desain dan Rekayasa Kurikulum
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain
kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses
belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan
pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari
kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya,
prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam
pelaksanaannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
Ø Pertama, ketentuan-ketentuan
tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman.
Ø Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa
kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di
sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar
kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah
terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada
tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang
Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan
menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat
pusat tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan
kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan
mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan
kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan melaksanakan
dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
(1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari
semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum,
Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori
kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
0 komentar:
Posting Komentar